Sabtu, 29 Maret 2008

Risalah Al Muawwanah Fasal 20

Dan wajib bagi untuk segera melaksanakan apa yang difardukan Allah Ta’ala kepadamu pada ibadah haji dan umrah apabila kamu mampu untuk melaksanakannya, dan jangan sampai kamu mengakhirkannya hingga kamu lemah/tidak mampu atau meninggal dunia sedangkan kamu belum melaksanakan, setelah kamu sebenarnya mampu untuk melakukannya. Maka kamu masih memiliki tanggungan karena kamu tidak melaksanakannya. Dan telah bersabda RasuluLlah SAW, “Barang siapa yang tidak terhalang oleh hajat yang jelas, atau terhalang karena sakit yang menahannya, atau karena disebabkan Sulthan yang jahat, kemudian ia mati dan belum melaksanakan ibadah haji, maka matilah ia dalam keadaan yahudi atau nasrani”. Dan harus juga kamu melaksanakan sunah-sunah dalam ibadah haji dan umrah sebagaimana ibadah yang lain untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Dan wajib bagi kamu apabila kamu telah berkehendak untuk melaksanakan hajji untuk mempelajari wajib haji dan sunah haji dan beberapa bacaan amaliahnya (dzikirnya), dan mempelajari beberapa rukhsah dalam perjalanan dan etika dalam bermusafir. Dan janganlah engkau bermaksud mencampurkan antara ibadah haji dengan niat berdagang akan tetapi sepatutnya tidak mengikuti engkau sesuatupun untuk kesenangan duniawi kecuali bekal sekedar mencukupi selama perjalanamu

Dan kalua tidak boleh tidak engkau harus membawa bekal, maka jauhilah dari sesuatu yang merepotkanmu atau membuatmu sibuk dari melaksanakan manasik haji dan melalaikanmu dari meng-agungkan syi’ar Allah sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh orang yang melaksanakan manasik haji.

Dan wajib bagi kamu berziarah ke makam RasuluLlah SAW karena menziarahi beliau ketika sudah wafat sama dengan menziarahi beliau ketika masih hidup, dan sesungguhnya beliau hidup di dalam kuburnya, demikian pula nabi-nabi yang lain. Dan termasuk kerugian jika engkau menziarahi BaituLlah dan meninggalkan berziarah kepada kekasih Allah tanpa uzur. Dan ketahuilah bahwa jika engkau datang dari pelosok negeri muslim yang sangat jauh untuk (untuk berziarah kepada RasuluLlah SAW), maka yang demikian ini belumlah memenuhi syukurmu atas ni’mat hidayah yang diberikan Allah Ta’ala kepadamu melalui tangan beliau SAW.

Dan wajib bagi kamu apabila hendak melakukan urusan yang sangat penting seperti shafar (musafir) atau menikah dan lain sebagainya, hendaklah engkau bermusyawarah dengan orang yang ahli dalam masalah tersebut diantara saudara-saudaramu. Maka apabila engkau telah sepakat dengan pendapat mereka, lakukanlah shalat dua rekaat diluar shalat fardhu dengan niat istikharah dan berdoalah sesudah shalat dengan do’a yang sudah masyhur. Sebagaimana telah bersabda RasuluLlah SAW yang artinya, “Tidak akan merugi orang yang beristikharah, dan tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah”.

Dan wajib bagi kamu apabila kamu memiliki nadzar kepada Allah dengan nadzar melakukan shalat atau shadaqah atau amalan baik lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, maka bersegeralah melaksanakan nadzar tersebut dan jangan berlama-lama menunda pelaksanaannya karena setan akan menggelincirkanmu untuk tidak melaksanakan nadzar itu.

Kemudian apabila kamu bersumpah akan mengerjakan sesuatu amal perbuatan kemudian kamu melihat bahwa akan lebih baik jika kamu meninggalkannya, kemudian kamu melihat kembali bahwa lebih baik mengerjakannya, maka bayarlah kafarat atas sumpah itu dan laksanakan apa yang menurut kamu baik untuk dilakukan. Dan takutlah kamu mengadakan sumpah atau bersaksi atas dasar persangkaan meskipun itu juga berdasarkan kebiasaan yang terjadi apalagi hanya atas dasar sesuatu yang meragukan. Kemudian apabila kamu bersumpah yang menyebabkan pengambilan harta orang muslim, maka kembalikanlah harta yang telah kamu ambil dan berikan kafarat artas sumpahmu. Adapun kafaratnya adalah memberi makanan kepada 10 orang miskin, masing-masing satu mud , atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan budak. Apabila kamu tidak mendapati semua itu, maka berpuasalah tiga hari.

Dan takutlah kamu...takutlah kamu...sekali lagi takutlah kamu dengan sumpah palsu untuk kejahatan karena sesungguhnya hal demikian akan menjerumuskan orang yang melakukannya ke dalam neraka jahanam. Kemudian takutlah dengan sebenar-benar takut untuk bersaksi palsu karena itu termasuk dosa besar diantara beberapa dosa besar, dan sungguh RasuluLlah SAW telah menyamakan perbuatan itu dengan menyekutukan Allah (syirik) kepada Allah Ta’ala. Jika menyembunyikan persaksian itu termasuk dosa besar, maka bagaimana pendapatmu dengan orang yang bersaksi palsu. Kita memohon kepada Allah Ta’ala kesentosaan dan keselamatan sebelum kita mendapatkan penyesalan.

Signs of Qiyamah

(Doomsday)

Hazart Abu Musa Al Ashari narrates that The Holy Prophet Sallahu Alaihi Wasallam (May Allah send peace and blessings upon him) said: "Qiyamah will come....
* When it will be regarded as a shame to act upon Quranic injunctions.
* When untrustworthy people will be regarded as trustworthy and the trustworthy will be regarded as untrustworthy.
* When the liars will be regarded as truthful and the truthful will be regarded as liars.
* When women with children become displeased (on account of them bearing off-spring) and barren women remain happy (on account of having no responsibility of off-spring).

* When decisions will be given on mere conjecture (wild guesses).
* When legislation in matters pertaining to my right (religion) is handed over to the worst elements in my Ummah, and if people accept them and are satisfied with their findings, then such persons will not smell the fragrance of Jannah.
* When the off-spring become a cause of grief and anger (for their parents).
* When Islam will become a stranger (unwanted religion).
* When Malice and Hate will become common among people.
* When Islamic Knowledge (Ilm) is lifted.
* When people will boast upon their palatial mansions.
* When oppression, jealousy and greed become the order of the day.
* When lies prevail over the truth.
* When people dispute over petty issues.
* When people blatantly follow their passions and whims.
* When immorality overtakes shamelessness and is perpetrated publicly.
(Al Hadith)

Our Lord! grant us what you promised unto us through your Messengers and disgrace us not on the Qiyamah, for you never break your promise.

(Surah 3:194)

Jumat, 28 Maret 2008

Kitab tentang Takut

Dalam bab ini akan diterangkan hakikat takut dan menerangkan tingkatan-tingkatan takut dan menerangkan berbagai macam ketakutan dan menjelaskan keutamaan takut, juga penjelasan pengutamaan atas takut dan harap, dan menerangkan tentang obat takut dan penjelasan ma’na khusnul khatimah, dan penjelasan mengenai keadaan orang-orang yang takut dari para Nabi SAW dan orang-orang shaleh rahmatuLlaahi ‘alaihim. Maka kita minta kepada Allah sebaik-baik pertolongan.

HAKIKAT TAKUT

Ketahuilah sesungguhnya takut adalah ibarat dari kepiluan hati dan kebakaran hati disebabkan oleh akan terjadinya sesuatu yang tidak disenangi pada masa yang akan datang. Dan telah jelas yang demikian pada penjelasan hakikat raja’ .

Barang siapa yang hatinya jinak kepada Allah dan hatinya memiliki kebenaran maka jadilah ia anak zamannya yang menyaksikan ke elokan al-Haq secara terus menerus, maka tiadalah ia akan menoleh kepada masa yang akan datang. Maka tidak terdapat dalam dirinya suatu perasaan takut maupun harap, akan tetapi jadilah keadaannya di atas khauf / takut dan raja’. Karena sesungguhnya keduanya (khuf dan raja’) adalah kekang yang mencegah diri dari keluar kepada ketetapan keadaannya.

Karena itu al-Washithy telah memberikan isyarah dengan perkataan beliau, “Al-Khaufu (takut) adalah hijab antara Allah dan hambanya”.

Dan juga telah berkata, “Apabila hakikat telah nampak ke dalam rahasia / sirr , maka hilanglah di keutamaan khauf dan raja’ dalamnya.

Disimpulkan pula bahwa orang yang mencintai (Al-Muhib), ketika ia melihat yang dicintai namun ia disibukkan dengan ketakutan akan perpisahan, maka yang demikian ini adalah mengurangi kadar penyaksian kepada Yang dicintai. Dan sesungguhnya selalu memandang Yang dicintai adalah puncak dari segala maqam.

Akan tetapi saat ini kita akan memperbincangkan tentang permulaan maqamat, maka kami katakan :

Keadaan takut itu juga tersusun atas ilmu, hal, dan amal.

Adapun ilmu adalah pengetahuan tentang sebab-sebab yang membawa kepada sesuatu yang tidak disukai.

Dan yang demikian itu seperti orang yang berbuat aniaya terhadap raja kemudian ia jatuh ke tangan raja, maka takutlah ia akan terbunuh oleh raja itu umpamanya. Dan memungkinkan pula pemaafan dan pelepasan dari raja. Akan tetapi kepedihan hatinya dikarenakan takut tergantung dari kekuatan pengetahuannya tentang sebab-sebab yang membawa kepada pembunuhannya, dan itu adalah kekejian penganiayaan terhadap dirinya. Dan keadaan raja itu dengki, marah dan pembalas dendam. Dan keadaan dirinya dikelilingi oleh orang yang selalu membangkitkan kepada pembalasan dendam, kosong dari orang-orang yang memberi bantuan kepadanya. Dan orang yang sedemikian takut ini adalah kosong / jauh dari segala sesuatu yang menghantarkannya kepada jalan kebaikan, yang menghapuskan bekas penganiayaan dari hadapan raja.

Oleh karena itu mengetahui dengan jelasnya sebab-sebab, akan mengakibatkan kuatnya ketakutan dan kesangatannya kepedihan hati. Demikian pula karena lemahnya sebab maka menjadi lepah pula rasa ketakutannya. Maka jadilah kertakutan itu tidak karena penganiayaan yang dilakukan oleh orang yang takut, akan tetapi ketakukan itu lebih disebabkan oleh sifat orang yang ditakutinya. Seperti orang yang jatuh pada cengkeraman binatang buas, sesungguhnya ia takut kepadanya karena sifat binatang buas tersebut yaitu loba dan ganasnya kepada mangsanya walaupun mangsanya itu dengan pilihannya.

Terkadang juga rasa takut itu dikarenakan sifat atau tabi’at dari yang ditakuti. Seperti orang yang jatuh ke dalam aliran banjir atau berdekatan dengan sesuatu yang membakar. Maka sesungguhnya air itu ditakuti karena dapat menyebabkan membawa kepada mengalir dan tenggelam. Demikian pula pada api yang dapat menyebabkan terbakar.

Oleh karena itu pengetahuan tentang sebab-sebab yang tidak disukai itu menjadi sebab yang membangkitkan, menggerakkan kepada terbakarnya dan pedihnya hati. Dan kebakaran/ kepedihan inilah yang dinamakan Al-Khaufu (takut).

Maka demikianlah ketakutan kepada Allah Ta’ala sesekali disebabkan karena ma’rifat kepadaNya dan ma’rifat kepada sidat-sifatNya. Dan sesungguhnya jika Allah membinasakan seluruh alam niscaya Ia tiada peduli dan tiada pula pencegah yang menghalangiNya. Dan sesekali ketakutan hamba itu disebabkan oleh banyaknya pelanggaran yang dilakukan hamba itu dari beberapa perbuatan ma’siyat. Dan sesekali ketakutan hamba disebabkan oleh keduanya (ma’rifat dan adanya pelanggaran). Dan menurut pengetahuannya pula tentang kejelekan dirinya disamping ma’rifatnya kepada kebesaran Allah Ta’ala dan tidak memerlukannya Allah kepadanya, dan sesungguhnya Allah tidak akan di Tanya tentang apa yang Ia kerjakan sebaliknya merekalah yang ditanya, maka menjadi semakin kuatlah rasa takut itu.

Oleh karena itu manusia yang paling takut kepada Tuhannya,mereka itulah orang yang paling mengerti kepada dirinya sendiri dan kepada Tuhannya.

Dan karena itulah Nabi SAW bersabda, “Anaa akhwafukum liLlaah” yang artinya, “Sesungguhnya Aku adalah yang paling takut kepada Allah diantara kamu semua”.

Demikian pula Allah Ta’ala berfirman, “Innamaa yakhsyaLlaaha min ‘ibaadihil ‘ulamaa’” yang artinya, “sesungguhnya yang paling takut kepada Allah diantara hambaNya adalah ‘Ulama’”’.

Kemudian apabila ma’rifat telah semakin sempurna, niscaya menyebabkan besarnya rasa takut dan terbakarnya hati, kemudian melimpahlah bekas keterbakarannya hati kepada badan dan anggota badan dan kepada sifat-sifatnya

Adapun bekasnya pada badan seperti kurus, dan pucat, dan pingsan, dan menjerit, dan menangis. Dan terkadang terhisap akan rasa kepahitan yang membawa kepada kematian, atau ketakutan tersebut naik ke otak sehingga merusakkan akal, atau ketakutan tersebut menguat sehingga menyebabkan putus asa.

Adapun pada anggota badan, maka dengan mencegah diri dari perbuatan maksiyat dan mengekangnya dengan ta’at untuk mendapatkan bagian dari pada yang telah lewat dan untuk mempersiapkan diri bagi masa yang akan datang (akhirat).

Karena itu dikatakan, bukanlah orang yang takut adalah mereka yang menangis dan menyeka air matanya akan tetapi mereka adalah orang yang takut akan dibalas dari perbuatannya. Telah berkata Abul Qasim Al-Hakim, “Orang yang takut terhadap sesuatu maka ia akan lari darinya, dan orang yang takut kepada Allah maka ia akan lari mendekati-Nya.”

Ditanyakan kepada Dzunun, “Kapan seseorang dikatakan takut ?”

Dzunun menjawab, “Apabila ia menempatkan dirinya seperti orang yang sakit, yang sangat berhati-hati agar sakitnya tidak berkepanjangan”.

Adapun pada sifat, maka dengan mengekang syahwat, dan mengeruhkan segala kesenangan. Maka jadilah perbuatan maksiyat yang semula disukai itu menjadi sesuatu yang dibenci. Sebagaimana madu dibenci oleh orang yang menginginkannya apabila ia mengetahui kalau di dalamnya terdapat racun. Maka terbakarlah (hancurlah) syahwat disebabkan takut. Dan menjadi beradablah perbuatan badan (untuk menjaga diri). Dan menjadi layulah hati dan khusyu, dan merendahkan diri dan menjadi tenang. Dan berpisahlah darinya sifat kesombongan, busuk hati dan hasud . bahkan jadilah ia yang melengkapi kesusahan dikarenakan takutnya dan pandangannya akan akibat yang akan diterimanya. Maka tidaklah ia mengosongkan waktunya bagi yang lain, dan tiadalah baginya kesibukan selain muraqabah, dan muhasabah (menghitung amal perbuatan dirinya), mujahadah/ bersungguh-sungguh, kikir dengan nafas dan perhatian, penyiksaan diri dengan segala gurisan dan langkah serta perkataan. Dan jadilah kondisi dirinya seperti orang yang jatuh dalam terkaman binatang buas, yang membawa bahaya. Ia tidak mengetahui jika binatang tersebut akan lengah darinya lalu melepasnya, ataukah binatang tersebut akan menyerangnya, maka binasalah ia. Maka jadilah keadaan lahir dan bathinnya sibuk terhadap apa yang ia takuti, dan tidak ada peluang bagi yang selain ditakuti.

Demikian inilah keadaan orang yang bersangatan rasa takutnya dan menguatnya rasa takut padanya. Dan demikian inilah keadaan para sahabat dan tabi’in. Dan kuatnya muraqabah (mengintai) dan muhasabah dan mujahadah sangat tergantung dari kuatnya rasa takut / khauf yang membawa rasa sakit di dalam hati dan terbakarnya hati. Dan kuatnya khauf / takut bergantung dari kuatnya ma’rifah / pengetahuan tentang keagungan Ilahi dan sifatNya dan af’al-Nya, dan pengetahuan tentang keburukan dirinya dan pengetahuan tentang apa yang ada di depan dirinya dirinya yaitu beberapa bahaya dan huru hara (hari akhir).

Dan serendah-rendah derajad khauf jika dilihat dari apa yang tampak pada bekas-bekas dhahiriyah di dalam amal adalah apabila dapat mencegah dari perbuatan yang dilarang. Dan dinamakanlah keberhasilan pencegahan dari perbuatan yang di larang dengan istilah wara’. Dan apabila semakin bertambah kekuatannya dalam mencegah diri dari jalan yang diyakini sebagai perbuatan haram, maka bagaimana pula terhadap sesuatu yang tidak diyakini pengharamannya. Maka yang demikian ini dinamakan taqwa. Karena pada dasarnya taqwa adalah meninggalkan apa yang diragukan kepada sesuatu yang tidak diragukan. Bahkan terkadang membawa kepada meninggalkan sesuatu yang tidak berbahaya dikarenakan khawatir di dalamnya terdapat bahaya. Dan inilah yang dinamakan As-Shidq / kebenaran di dalam taqwa. Dan apabila as-shidq bercampur dengan kesemataan / melulu dalam mengabdi (kepada Allah), maka pastilah ia tidak akan membangun sesuatu yang tidak akan ditempatinya (yaitu kemewahan dunia) dan tidak akan mengumpulkan sesuatu yang tidak ia makan dan ia tidak akan berpaling kepada dunia karena ia mengatahui bahwa dunia akan berpisah darinya, dan tidak pula ia menyerahkan kepada selain Allah dalam setiap nafas dari nafas-nafasnya. Maka inilah shidq / kebenaran, dan pantaslah bagi orang yang memiliki sifat ini dinamakan Ash-Shidq. Dan masuk dalam kebenaran itu taqwa. Dan masuk di dalam taqwa itu wara’. Dan masuk dalam wara’ itu menjaga diri. Karena sesungguhnya menjaga diri / ‘iffah adalah ibarat dari mencegah segala sesuatu yang bersesuaian dengan nafsu syahwat.

Dengan demikian, khauf/takut akan berbekas pada anggota badan dengan pencegahan dan penampilan. Dan terus meningkat dengan pencegahan menjadi istilah ‘iffah yaitu mencegah diri dari menuruti keinginan syahwat. Dan yang lebih tinggi dari ini adalah wara’, karena sesungguhnya wara’itu lebih umum yaitu mencegah segala sesuatu yang dilarang. Dan yang lebih tinggi dari wara’ adalah taqwa karena ia adalah istilah sebagai suatu pencegahan diri dari segala yang dilarang, dan yang syubhat bersama-sama. Dan dibelakang taqwa terdapat istilah Shidq dan muqarrab (orang-orang yang dekat dengan Allah) dan berlakulah tingkat yang akhir dibanding derajad sebelumnya sebagaimana berlakunya yang lebih khusus dibanding yang lebih umum. Oleh karena itu apabila anda menyebutkan yang lebih khusus maka sesungguhnya anda telah menyebutkan semuanya, sebagaimana ketika anda mengatakan manusia adakalanya ia bangsa arab dan mungkin juga orang ajam /non arab. Dan jika menyebutkan arab adakalanya ia Quraisy atau yang lainnya. Dan Quraisy ada kalanya Hasyimy atau yang lainnya. Dan Hasyimy ada kalanya ‘Alawy atau yang lainnya. Dan ‘Alawy ada kalanya Hasany atau Husainy. Maka jika anda menyebutkan bahwa ia Hasany misalnya, maka sesungguhnya anda telah mensifatinya dengan keseluruhan. Dan jika anda mensifatinya dengan Alawy maka anda sesungguhnya anda mensifatinya dengan yang di atasnya dari apa yang lebih umum lagi. Maka demikian pula jika anda menyebutkan istilah shidq maka sesungguhnya anda telah mengatakan orang itu taqwa, wara’, dan ‘’iffah. Maka tidak selayaknya anda beranggapan bahwa banyaknya nama/istilah itu menunjukkan makna yang banyak yang berlainan lalu bercampur aduk kepada anda, seperti bercampur aduknya pada orang yang mencari arti dari kata-kata dan tidak mengikutkannya kata-kata itu dengan arti. Inilah isyarah pada berkumpulnya beberapa makna khauf dan apa yang meliputinya dari segi ketinggian seperti ma’rifat yang mewajibkannya, dan dari segi kebawahan seperti amal yang keluar darinya sebagai cegahan dan penampilan.............

Penjelasan tentang obat harap, dan jalan yang menghasilkan dari keadaan harap dan menguatkan pada harap

Ketahuilah bahwasanya obat harap ini yang membutuhkannya adalah salah satu dari dua macam orang yaitu

1. diperuntukkan bagi seseorang yang telah bersangatan keputus asaaannya dari rahmat Allah sehinga menyebabkan ia meninggalkan ibadah.

2. Diperuntukkan bagi oraang yang bersangatan rasa takutnya kepada Allah dan membuat ia berlebih-lebihan dalam beribadah sehingga dapat merusakkan keadaan dirinya dan keluarganya.

Kedua macam orang tersebut termasuk orang yang menyimpang dari keseimbangan mengarah pada penyia-nyiaan keadaan dirinya. Maka mereka berdua membutuhkan obat untuk menghilangkan mengembalikannya pada keadaan seimbang.

Adapun bagi orang yang bermaksiyat, yang tergelincir dan berangan-angan akan rahmat Allah sedang ia berpaling dari beribadah kepadaNya dan terus berbuat maksiyat, maka obat berupa harap akan berubah menjadi racun yang mematikan, seperti juga keadaannya bagaikan madu yang berguna untuk menyembuhkan penyakit yang mengerasi baginya dingin, maka ia / madu tersebut akan menjadi racun yang merusakkan bagi orang yang mengerasi baginya akan panasnya keadaannya. Bahkan orang yang tertipu tiada menggunakan untuk dirinya selain obat-obat takut dan sebab-sebab yang membangkitkan ketakutan.

Maka karena itulah harus ada orang yang memberi nasihat kepada orang banyak, yang lemah-lembut, yang memperhatikan kepada sebab-sebab terjadinya penyakit, yang memberi obat kepada setiap penyakit dengan sesuatu yang melawannya, tidak dengan menambah penyakit itu-dengan racunnya. Sesungguhnya yang dicari adalah –keseimbangan atau sederhana dalam sifat dan akhlak. Dan sebaik-baik perkara adalah yang di tengah-tengah (sedang/seimbang). Maka apabila melampaui dari keseimbangan yang di tengah-tengah ke salah satu tepi, niscaya harus diobati dengan mengembalikannya kepada keadaan di tengah, tidak dengan sesuatu menambah kecondongannya dariposisi di tengah-tengah.

Zaman sekarang ini adalah zaman yang tidak seyogyanya dipakaikan sebab-sebab harap ke hadapan orang banyak. Akan tetapi perlu sekali kepada sesuatu yang menakutkan juga, agar mengembalikan mereka kepada kebenaran yang sesungguhnya.

Adapun mengutarakan sebab-sebab harap, maka yang demikian ini akan membinasakan mereka dan menjatuhkan mereka secara keseluruhan ke dalam jurang. Apabila sebab-sebab harap itu lebih merasuk ke dalam hati dan lezat di rasa, dan tidaklah maksud dari pemberi nasihat selain untuk menarik mereka dan menuturkan kepada orang banyak dengan pujian di manapun mereka berada, niscaya mereka akan cenderung kepada harap sehingga bertambahlah kerusakan itu. Dan bertambahlah kejerumusan mereka dalam kedurhakaan.

Ali ra. Berkata,” sesungguhnya orang yang berilmu adalah orang yang tidak mendatangkan keputus asaan kepada manusia dari rahmat Allah, dan tidak menjamin keamanan mereka dari ujian Allah.”

Kami akan menyebutkan sebab-sebab harap agar dapat digunakan bagi orang yang putus asa. Atau pada orang yang disangatkan oleh adanya ketakutan, karena mengikuti kitab Allah Ta’ala dan sunah Rasul SAW, karena pada keduanya ini melengkapi akan takut dan harap. Juga karena keduanya mengumpulkan sebab-sebab yang menyembuhkan terhadap jenis-jenis orang sakit. Agar yang demikian ini dipakai oleh para ulama, yang menjadi pewaris para Nabi, menurut kebutuhan, sebagaimana yang dipakai oleh para dokter yang ahli, tidak sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang dungu yang menyangka bahwa setiap penyakit obatnya sama bagaimanapun keadaan penyakit itu.

Kondisi harap akan menguat dengan dua hal

Pertama dengan jalan mengambil ibarat (i’tibar)

Kedua dengan penyelidikan ayat-ayat, hadits dan atsar.

Adapun dengan jalan i’tibar yaitu dengan memperhatikan semua yang disebutkan tentang jenis-jenis nikmat pada kitab Syukur. Sehingga ia tahu akan nikmat yang halus-halus dari nikmat Allah yang diberikan kepada hambaNya di dunia. Dan keajaiban-keajaiban hikmaNya yang dipeliharaNya pada penciptaan insan. Sehingga tersedialah bagi insan segala yang penting baginya untuk kelangsungannya hidup di dunia, seperti alat-alat makanan dan apa yang diperlukan seperti anak jari dan kuku. Dan yang menjadi hiasan baginya seperti lengkungan alis, berlainannya warna bola mata, merahnya kedua bibir dengan tidak sumbing padanya –bibir- tersebut.

Maka dengan bantuan ke-Tuhan-an, apabila tidak berhenti dari hamba-hambaNya pada contoh yang halus tersebut, sehingga Ia tidak ridho bagi hambanya bahwa akan hilang dari mereka kelebihan-kelebihan dan tambahan-tambahan pada hiasan dan hajat keperluan, maka bagaimana Ia ridho mereka dibawa kepada kebinasaan yang abadi ?

Bahkan apabila insan memeperhatikan dengan perhatian yang menyenangkan, maka akna tahulah ia bahwa kebanyakan makhluk telah disiapkan untuknya sebab-sebab kebahagiaannya di dunia. Sehingga ia tidak suka berpindah dari dunia itu dengan kematian, walaupun diberitahukan kepadanya bahwa tiadalah ia akna di azab sesudah kematian selama-lamanya umpamanya. Atau sekali-kali tiada dibangkitkan setelah kematian itu. Maka kebencian mereka itu bukanlah karena tidak lagi mereka di dunia, melainkan kaena sebab-sebab kenikmatan yang membanyak. Dan sesungguhnya yang mengangan-angan akan kematian itu tidaklah banyak.

Jadi keadaan kebanyakan makhluk di dunia itu yang banyak kepadanya adalah keadaan baik dan selamat. Dan tidak engkau jumpai dalam sunnah allah suatu pergantian. Maka dalam hal urusan akhirat akan begitu juga keadaannya, karena yang mengatur dunia dan akhirat itu hanyalah Satu , yaitu Yang Maha Pengampun, Yag Maha Pengasih, Maha kasih Sayang kepada hamba-hambaNya, yang Maha belas Kasih kepada mereka.

Maka apabila diperhatikan dengan sebenar-benarnya, maka akan menjadi kuatlah sebab-sebab harap. Dan juga dari i’tibar dapat diperhatikan tentang hikmah syariat dan sunah-sunahNya, tentang kemuslihatan dunia dan dari segi rahmat bagi seluruh hambaNya. Sehingga sebagian ‘Arifiin melihat ayat tentang utang piutang pada surah Al Baqarah adalah diantara sebab-sebab harap yang terkuat. Maka ditanyakan kepada orang ‘Arifiin tersebut, “apakah yang ada padanya-ayat tersebut- itu harap ?”

Beliau menjawab, “Dunia semuanya itu sedikit, Rizki insan padanya sedikit. Dan hutang itu lebih sedikit daripada rizkinya”. Maka perhatikanlah bagaimana Allah menurunkan ayat terpanjang supaya hambanya mendapat petunjuk kepada jalan menjaga diri dalam menjaga agamanya. Maka bagaimana ia tidak menjaga agamanya yang tiada tukaran baginya.

Kedua : penyelidikan dari ayat-ayat dan hadits-hadits. Maka ayat dan hadits yang menerangkan tentang harap itu tak terhingga banyaknya.

Adapun ayat-ayat yang menerangkan diantaranya adalah Firman Allah yang berbunyi :

“Qul Yaa Ibaadiyalladziina asrafuu ‘alaa anfusihim Laa taqnuthuu min rahmatiLlaahi InnaLlaaha yaghfirudzzunuuba jamii’aa, InnaHuu Huwal Ghafuururrahiin” (QS. Azzumar53)

Yang artinya, “Katakanlah wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas dalam mencelakakan diri sendiri, janganlah kau sekalian putus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah akan mengampuni semua dosa, dan sesungguhnya Dia adalah Maha memberi ampun dan Maha Pengasih”.

Menurut pembacaan RasuluLlah SAW adalah : “Walaa yubalii InnaHuu Huwal Ghafuururrahiim”, yang artinya, “Dan tiada peduli bahwasanya Dia-Allah adalah Maha Memberi Maaf dan Maha Pengasih”.

Allah Ta’ala berfirman, “Wal Malaaikatu yusabbihuuna bihamdi Robbihim wayastaghfiruuna liman fil ardhi”. Yang artinya, “Dan para malaikat itu bertasbih/memuji Tuhannya dan memintakan ampunan kepada penduduk bumi”. (QS. Asy-Syura 5)

Allah Ta’ala menerangkan bahwa neraka itu disediakan bagi musuh-musuhNya dan neraka itu ditakutkanNya kepada para wali-waliNya. Allah berfirman, “lahum min fauqihim dhulalun minannaari wamin tahtihim dhulalun. Dzaalika yukhowwifuLlaahu bihii ‘ibaadaHu” yang atinya, “dan bagi mereka ada naungan api dari atas mereka demikian juga dari bawah mereka-(ada api). Dengan Yang demikian itu Allah memberi ancaman kepada hambanya”. (QS. Az-Zumar 16)

Allah Ta’ala berfirman, “Wattaquunnaarollatii u’iddat lil kaafiriin” yang artinya, “dan takutlah kamu sekalian akan neraka yang disediakan bagi orang-orang yang ingkar”. (QS. Ali Imran 31)

Dan Allah Ta’ala berfirman, “Fa andzarTukum naaron taladhdhoo, laa yashlaahaa illal asyqalladzii kadzaba watawalla”. Yang artinya, “sebab itu Aku memperingatkanmu dari api yang menyala-nyala. Tidaklah masuk ke dalamnya selain orang-orang yang celaka, yaitu orang yang mendustakan-kebenaran- dan membelakang. (QS. Al-Lail 14-16)

Allah Azza waJalla berfirman, “Wa inna Robbaka ladzuu maghfirotin linnaasi ‘alaa dhulmihim” yang artinya, “dan sesungguhnya Tuhanmu memiliki ampunan bagi manusia atas perbuatan aniayanya”. (QS. Ar-Ra’d 6)

Dikatakan bahwa Nabi SAW senantiasa menanyakan tentang ummatnya. Sehingga dikatakan kepadanya SAW, “Apakah engKau tidak ridho dan telah diturunkan kepada engKau ayat ini, “Wa inna Robbaka ladzuu maghfirotin linnaasi ‘alaa dhulmihim”

Dan tentang penafsiran firman Allah Ta’ala “walasaufa yu’thiiKa RobbuKa fatardho” yang artinya”Dan nanti Tuhanmu akan memberikan kepadamu, maka engKau akan bersenang hati / ridho”. (QS. Adh-Dhuha 5) Bahwa kata Ibnu Abbas, bahwasanya RasuluLlah SAW tiada senang seorangpun dari umatnya masuk neraka.

Adalah Abu Ja’far Muhammad bin Ali mengatakan, “Tuan-tuan penduduk Iraq mengatakan, ‘Ayat yang paling mengandung harapan dari kitab Allah adalah firmanNya “Qul Yaa Ibaadiyalladziina asrafuu ‘alaa anfusihim Laa taqnuthuu min rahmatiLlaahi InnaLlooha yaghfirudzzunuuba jamii’aa, InnaHuu Huwal Ghafuururrahiin” (QS. Azzumar53)- di atas sudah ada terjemahannya. Dan kami keluarga RasuluLlah SAW mengatakan yang paling mengandung harapan adalah firmanNya ” walasaufa yu’thiiKa RobbuKa fatardho” yang artinya”Dan nanti Tuhanmu akan memberikan kepadamu, maka engKau akan bersenang hati / ridho”. (QS. Adh-Dhuha 5)

Adapun hadits, maka diriwayatkan dari Abu Musa dari Nabi SAW bahwasanya beliau bersabda, “Ummatyy Ummatun marhuumah laa ‘adzaaba ‘alaihaa fil aakhirah ‘ajjalaLlaahu ‘iqaabahaa fiddunyaa – al zalaazila wal fatana . faidzaa kaana yaumul kiyaamah dufi’a olaa kulli rojulin min ummaty, rajulun ,im ahlil kitaabi faqiila, ‘hadzaa fidaa’uka minannaar”’. Yang artinya, UmatKu adalah umat yang diberikah rahmat. Tidak ada adzab bagi mereka di akhirat. Allah akan menyegerakan siksanya di dunia dengan gempa bumi dan kekacauan/beberapa fitnah. Maka apabila hari kiyamat nanti niscaya akan ditolakkan pada setiap orang dari umatKu akan seorang dari ahli kitab (yahudi dan nasrani) lalu dikatakan,’ ini adalah tebusan engkau dari api neraka”’.

Menurut susunan kata yang lain ialah, “Ya’ti kullu rojulin min hadzihil ummah biyahuudiyyin au nashrooniyyin ilaa jahannama fayaquulu, ‘hadzaa fidaa’iy minannaari fayulqaa fiihaa’”. Yang artinya, “Setiap orang dari umat ini akan datang dengan seorang yahudi atau nasrani ke neraka jahanam, lalu ia berkata, ‘inilah tebusanku dari api neraka’, maka orang yahudi atau nasrani itu dicampakkan ke dalam api neraka”’

Nabi SAW bersabda, “Al humma min faihij jahannam wahiya hadhul mu’mini minannaar”. Yanga artinya, “Demam itu dari panasnya jahannam, dan itu adalah keuntungan orang beriman dari api neraka”.

Diriwayatkan tentang penafsiran firman Allah Ta’ala, ”Yauma laa yukhziiLlaahuNnabiyya walladziina Aamanuu” yang artinya, “Pada hari dimana Allah tiada menghinakan Nabi dan orang-orang beriman yang bersama Dia”. (QS. At-Tahrim 8) bahwa Allah Ta’ala menurunkan wahyunya kepada Nabi SAW, “bahwa Aku jadikan perhitungan amal ummat Engkau kepada Engkau SAW”.

Nabi SAW menjawab, “Tidak wahai Tuhanku, Engkau lebih mengasihani mereka daripadaku”.

Maka Allah Ta’ala berfirman, “Jadi, Kami tidak akan memberikan kehinaan akan Engkau mengenai mereka”.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa RasuluLlah SAW menanyakan Tuhannya tentang dosa-dosa umatnya, maka Nabi bersabda, “Yaa Robbij’al hisaabuhum ilaYya li’allaa yattholi’a ‘alaa masaawihim ghairYi”. Yang artinya, “Yaa Allah jadikanlah hisab mereka kepadaku, supaya tidak terlihat keburukan mereka, selain aku”.

Maka Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada Nabi SAW, “Mereka itu umatmu dan mereka itu hamba-hambaKu. Aku lebih sayang kepada mereka daripada engkau. Aku tidak akan menjadikan perhitungan amal mereka kepada selainKu. Agar tidak dilihat oleh engkau dan selain engkau kepada keburukan mereka”.

Nabi SAW berasbda, “HayaatY khoirullakkum wamautY khoirullakum. Ammaa hayatY fa Asunnu lakum sunana wa Usyarri’u lakumussyaraai’a. Wa ammaa mautY fainna a’maalakum tu’radhu alaYya famaa ra aiTu minhaa hasanan hamidTuLlaaha ‘alaihi, wamaa ra aiTu minhaa sayyian istaghfarTuLlaaha Ta’alalakum”.

Yang artinya, “HidupKu adalah kebaikan bagi kamu sekalian. Dan matiKu juga kebaikan bagi kamu. Adapun dengan hidupKu, maka aku sunnahkan bagi kamu sunnah-sunnah dan aku syari’atkan bagi kamu beberapa syari’at (hukum agama). Adapun matiKu, maka semua amalmu dihadapkan kepadaku. Maka apa yang aku lihat dari amal itu suatu kebajikan, maka aku memuji Allah sebab yang demikian. Dan apa yang aku lihat itu sesuatu yang buruk, maka aku memohonkan ampun kepada Allah bagi kamu sekalian”.

Pada suatu hari Nabi SAW mengucapkan, “Yaa Kariimal ‘afwi” Yang artinya, “Wahai Dzaat Yang Maha Memberi ma’af”.

Lalu Jibril AS bertanya, “adakah Engkau tahu apa penafsiran Yaa Karimal ‘Afwi ?”Yaitu jikalau Ia memaafkan dari kejahatan-kejahatan dengan rahmatNya, niscaya digantikanNya kejahatan itu dengan kebaikan, dengan kemurahanNya”.

Nabi SAW mendengar seseorang berdo’a, “Wahai Allah Tuhanku, aku bermohon kepadaMu kesempurnaan ni’mat”.

Kemudian Nabi bersabda, “Hal tadry maa tamaamunni’mat” Artinya, “Apakah engkau tahu apa itu kesempurnaan ni’mat ?”

Laki-laki itu menjawab, “Tidak”.

Kemudian Nabi SAW bersabda, “Dukhuulul Jannah”

Artinya, “masuk surga”.

Para ulama berkata bahwa Allah Ta’ala telah menyempurnakan ni’matnya kepada kita, dengan diridhoinya agama Islam sebagai agama kita, karena Allah telah berfirman, “Wa atmamTu ‘alaikum ni’maTy waradhiiTu lakumul Islaama diinaa” (QS. Al Maa’idah 3). Yang artinya, “dan telah Aku sempurnakan ni’matKu bagi kamu semua, dan Aku ridho Islam menjadi agamamu”.

Dan disebutkan di dalam hadits, “Idzaa adznabal ‘abdu dzanban fastaghfaraLlaaha, yaquuluLlaaha ‘AzzawaJalla slimalaaikatiHi ‘undzuruu ilaa ‘abdy adznaba dzanban fa’alima anna lahu Rabban yaghfiruudzzunuuba waya’khudzu bidzzanbi –Usyhiduukum AnNy qad ghafartu lahu”.

Yang artinya, “apabila seorang hamba melakukan dosa, kemudian meminta ampun kepada Allah, maka Allah Azza waJalla berfirman kepada malaikatNya, lihatlah kepada hambaKu yang melakukan perbuatan dosa, dan ia mengetahui bahwa ia memiliki Tuhan yang dapat menerima taubatnya dan menuntut dosa itu. Maka Aku persaksikan kepada kamu sekalian, bahwa Aku tlah mengampuni dosanya”,

Pada Hadits disebutkan, “Lau Adznabal ‘abdu hatta tablugha dzunuubuhuu anaanassamaa’i, ghafarTuhaa lahu mastaghfaraaNy warojaaNyy”. Yang artinya, “Jika seorang hamba berdosa hingga sampai ke langit (banyaknya)maka Aku akan mengampuninya selama ia mau meminta ampun kepadaKu dan mengharapkan rahmatKu”.

Pada Hadirts diterangkan, “Lau alqaaNy ‘abDy biqiraabil ‘ardhi dzunuuban, laqaiTuhu biqiraabil ardhi maghfiratan”. Yang artinya, “Jika hambaKu menjumpaiKu dengan dosa sebesar bumi, maka Aku akan menjumpainya dengan ampunan sebesar bumi pula”.

Disebutkan dalam hadits, “Innal malaka layarfa’ul qalama ‘anil abdi idzaa adznaba sitta saa’atin, fa in taba wastahgfara lam yaktubhu ‘alaihi, wa illa katabahaa sayyi’atan”. Yang artinya, “Sesungguhnya malaikat mengangkat pena dari hamba apabila ia melakukan perbuatan dosa enam jam. Maka jika ia betobat dan meminta ampun niscaya malaikat itu tidak menuliskannya. Dan jikalau tidak maka malaikat itu menuliskannya sebagai kejahatan.

Dan pada kata-kata yang lain yang artinya, “Maka apabila malaikat itu menuliskannya atas orang itu dan orag tersebut berbuat baik, niscaya malaikat yang disebelah kanan mengatakan kepada yang di sebelah kiri dimana malaikat yang sebelah kanan itu sebagai amir atas malaikat yang sebelah kiri. “campakkanlah kejahatan itu, sehaingga aku jumpai dari kebaikannya itu satu dengan penggandaan sepuluh. Dan aku angkatkan baginya akan sembilan kebaikan’. Maka dicampakkanlah kejahatan itu dari padanya.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA. Bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila hamba itu berbuat dosa, niscaya akan dituliskan atas diri hamba itu”.

Kemudian seorang arab desa bertanya, “dan jikalau ia bertobat ?”

Nabi SAW mnejawab, “niscaya dihapuslah dosa itu”.

Arab desa bertanya lagi, “Jikalau diulanginya”.

Nabi SAW menjawab, “dituliskan lagi dosa atas orang itu”.

Arab desa bertanya lagi,”Jikalau ia bertobat”.

Nabi SAW menjawab, “Akan dihapuskan dari halaman amalnya”.

Arab desa bertanya, “hingga kapan?”

Nabi SAW menjawab, “Sampai ia memohon ampun kepada Allah SWT dan bertobat keadanya. Sesunguhnya Allah tidak akan bosan memberi ampunan sampai hamba itu merasa bosan memohon ampun kepadaNya. Apabila hamba itu bercita-cita akan kebaikan, niscaya ditulis oleh malaikat yang di sebelah kanan sebagai kebaikan sebelum dikerjakannya. Maka bila niat tersebut dikerjakannya, maka akan ditulis sebagai sepuluh kebaikan. Kemudian dilipatkangandakan oleh Allah sampai tujuh ratus kali lipat. Kemudian apabila seorang hamba bercita-cita melakukan kejahatan, niscaya tidak dituliskannya.dan apabila kejahatan itu dikerjakan, niscaya dituliskan sebagai satu kejahatan. Dan apabila ditinggalkan, maka akan ditulis sebagai satu kebaikan. Dan dibelakangnya terdapat kebaikan dan kema’afan Allah Azza Wa Jalla”.

Seorang laki-laki datang kepada RasuluLlah SAW lalu berkata, “Wahai RasuluLlah sesungguhnya aku tidak berpuasa selain satu bulan. Tidak aku tambahkan daripadanya. Dan aku tidak mengerjakan salay selain hanya yang lima waktu dan tidak aku tambahkan. Dan tidak ada dari hartaku amalan untuk Allah baik dari sedekah, hajji dan amalan sunat. Dimanakah aku bila aku mati ?”.

RasuluLLah SAW tersenyum dan berkata, “Ya..bersama aku apabila engkau nenjaga hati engkau dari dua perkara, : iri hati dan dengki”. Engkau menjaga lidah engkau dari dua perkara, : umpat dan dusta. Dan dua mata enkau dari dua perkara : memandang dari apa yang diharamkan oleh Allah dan bahwasanya engkau mengejek orang islam dengan menggunakan mata itu. Engkau akan masuk surga bersama aku atas dua tapak tanganku yang ini”.

Dalam hadits yang panjang yang diirwayatkan Anas bin Malik bahwa seorang arab desa bertanya, “Wahai RasuluLlah, siapa yang mengurus hitungan amal makhluk ?”.

RasuluLlah SAW menjawab, “Allah Yang Maha suci dan Maha tinggi”.

Arab desa bertanya lagi, “Dia sendiri ?”

RasuluLlah SAW menjawab, Ya”.

Maka arab desa tiu tersenyum. Lalu RasuluLlah SAW bertanya,”Mengapa engkau tertawa hai arab desa ?”

Ia menjawab, “Sesungguhnya Yang Maha Pemurah itu apabila mentaqdirkan niscaya memaafkan. Dan apabila mengadakan hitungan amal niscaya penuh dengan kelapangan”.

Lalu RasuluLlah SAW bersabda, “Benarlah arab desa ini. Ketahuilah kiranya bahwa tiada yang pemurah yang lebih pemurah dari Allah Ta’ala. Dia lah yang Maha pemurah dari orang-orang yang pemurah”.

Kemudian Nabi SAW bersabda, “orang desa tersebut telah mengerti”.

Dan pada hadis ini disebutkan pula, “Sesungguhnya Allah Ta’ala memuliakan ka’bah dan mengagungkannya. Jikalau ada seorang hamba yang merobohkannya batu demi batu, kemudian ia membakarnya, maka yang demikian ini belumlah sampai seperti doa orang yang merendahkan wali Allah dari para wali-wali Allah Ta’ala.

Orang arab desa bertanya, “Siapakah para wali Allah itu ?”

Nabi SAW menjawab, “Semua orang mukmin adalah wali Allah Ta’ala. Apakah kamu belum mendengar firman Allah Ta’ala, ‘Allah itu wali bagi orang-orang yang beriman yang mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang’”.

Dan diterangkan pada sebagian hadits, “Orang mukmin itu lebih utama daripada Ka’bah”. “Orang Mukmin itu baik lagi suci “.

“Orang mukmin itu lebih mulia bagi Allah dari pada malaikat”.

Dan di dalah hadits diterangkan, “Allah Ta’ala sesungguhynya menciptakan neraka jahanam karena rasa kasih sayangNya yang dengan neraka tersebut Ia menggiring hambanya agar masuk ke dalam surga”.

Diterangkan dalam sebuah hadits, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Sesungguhnya Aku menciptakan makhluk agar merreka berharap kepadaKu dan Aku tidak menciptakan mereka agar Aku mendapatkan keuntungan dari mereka.

Dan Hadits Abi Sa’id Al-Khudhry, dari Rasulillaahi SAW, “Allah Ta’ala tidak menjadikan sesuatu melainkan dijadikanNya apa yang dapat mengalahkannya. Dan dijadikanNya rahmatNya mengalahkan amarahNya”.

Tersebut dalam hadits yang terkenal, “sesungguhnyaAllah Ta’ala menuliskan atas diriNya rahmat, sebelum Ia menjadikan makhluk. Sesungguhnya rahmatKu itu mengalahkan kemarahanKu”.

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabbal RA, dan Anas bin Malik bahwa Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illaLlaah maka ia masuk surga”. “Dan barangsiapa yang akhir kalamnya Laa ilaaha illaLlah maka tidak akan tersentuh api neraka”. ”dan barang siapa yang berjumpa denagn Allah dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu maka haram neraka baginya”. “Dan tidak akan masuk kedalamnya orang yang di dalam hatinya ada sebutir biji dari iman”. “

Dan dalam hadits diterangkan, “Jika saja orang kafir mengetahui luasnya rahmat Allah niscaya tiada seorangpun yang putus asa dari surgaNya”.

Dan ketika Rasulillaah SAW membaca firman Allah, “Dan sesungguhnya kegoncangan kiyamat adalah sesuatu yang sangat dahsyat”, Lalu beliau SAW bersabda, “Tahukah engkau hari apakah ini ?, ini adalah hari dimana dikatakan kepada Adam AS, Bangunlah dan carilah akan ahli nerakan dari anak cucumu”. Maka Adam AS bertanya, berapa ?“. Maka dijawab, “dari seribu, maka yang 999 orang ke neraka dan seorang ke dalam surga”.

Maka kaum / sahabat penuh keheranan. Maka mereka itu menangis seharian dan mereka juga tidak mau berbuat maupun bekerja. Maka datanglah kepada mereka RasuluLlah SAW dan bersabda, “Mengapa kamu tidak mau bekerja ?”.

Mereka menjawab, “ Bagaimana kami akan beramal setelah mendengarkan berita yang demikian ini ?”

Nabi bersabda, “berapa banyak kaum dalam umat-umat itu. Dimana Tawil, Tsaris, Ya’juj dan ma’juj, mereka adalah umat-umat yang tak terhingga banyaknya sehingga hanya Alah yang mengetahuinya. Sesungguhnya kamu semua di antara umat-umat tersebut hanyalah laksana sehelai rambut putih pada kulit sapi jantan yang hitam, dan seperti gurisan pada lengan kaki depan binatang kendaraan”.

Maka perhatikanlah bagaimana umat manusia dihalau dengan cemeti ketakutan dan dituntun dengan tali harapan kepada Allah Ta’ala. Manakala mereka digiring dengan cemeti ketakutan pada kali pertama, kemudian apabila mereka mulai melewati batas keseimbangan hingga sampai kepada rasa putus asa dari rahmat Allah, maka diberi obatlah mereka dengan obat harap dan mengembalikan mereka pada posisi seimbang. Dan poin yang terakhir tadi tidaklah bertentangan dengan poin pertama / takut , akan tetapi disebutkan pada permulaan apa yang dilihatnya menjadi sebab bagi kesembuhan. Dan disingkatkan pada yang demikian. Maka apabila mereka membutuhkan kepada pengobatan dengan jalan harap, niscaya disebutkan kesempurnaan urusan. Maka wajib bagi orang yang ahli memberi nasihat untuk mencontoh Pemimpin pemberi nasihat yaitu RasuluLlah SAW maka berlemah lembuh dalam mempergunakan berita /hadits tentang khouf atau masalah takut kepada Allah, dan harap, menurut kebutuhan setelah menelaah sakit-sakit bathiniah. Apabila hal ini tidak dijaga, maka kerusakan yang ditimbulkan bagi orang yang diberi nasihat akan lebih banyak dari pada perbaikannya.

Di dalam khabar disabdakan, “Jikalau kamu tidak berdosa, maka Allah akan menciptakan makhluk yang mana mereka melakukan dosa kemudian Allah memberi ampunan kepada mereka”.

Dan dalam alfal yang lain, “Niscaya Allah akan pergi dari kamu dan datang kepada kaum yang lain yang melakukan dosa kemudian Allah mengampuni mereka sesungguhna Dia Dzat Yang Maha pemaaf dan Maha Pengasih”.

Dalam hadits yang lain, “Jika kamu semua tidak memiliki dosa, maka Aku lebih khawatir akan sesuatu yang lebih buruk dari pada dosa”. Para ashabat bertanya, “Apakah itu ?”. RasuluLlah SAW bersabda, Ujub”.

Dan RasuluLlah SAW bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya sesungguhnya Allah lebih menyayangi hambaNya yang beriman daripada seorang ibu yang mengasihi anaknya”.

Dan di dalam hadits diterangkan, “Allah akan memberi ampun kelak di ahri kiyamat akan ampunan yang tiada terguris di hati seseorang. Sampai iblispun menyombongkan diri akan ampunan itu karena mengharap akan diperolehnya”.

Tersebut pada hadits, “sesungguhnya Allah Ta’ala memiliki 100 rahmat, dimana disembunyikanNya rahmat yang 99 dan diperlihatkanNya rahmat yang satu di dunia, yang berdesak-desakanlah semua makhluk pada rahmat yang satu tersebut. Maka ibu kasih sayang kepada anaknya, dan berlemah lembutlah hewan kepada anaknya. Dan apabila telah datang hari kiyamat, maka Allah mengumpulkan rahmat yang satu ini kepada rahmat yang 99 kemudian dihamparkannya kepada makhlukNya. Dan setiap rahmat darinya adalah sebesar lapisan langit dan bumi”. Nabi SAW kemudian bersabda, “Maka tiada binasalah pada hari itu kecuali orang-orang yang binasa”.

Diterangkan dalam sebuah hadits, “Tidak ada diantara kamu sekalian yang amalnya dapat memasukkannya ke dalam surga”.

Para sahabat bertanya, “Termasuk juga Engkau Yaa RasuluLlah ?”

RasuluLlah SAW menjawab, “ Termasuk juga aku, selain bahwa aku diselubungkan oleh Allah dengan rahmatNya”.

Dan RasuluLlah SAW bersabda,”Beramalah kalian semua dan berilah kabar gembira. Dan ketahuilah bahwa seseorang tidak akan diselamatkan oleh amalnya”.

Nabi SAW bersabda, “sesungguhnya aku sembunyikan syafa’atku kepada orang-orang yang berbuat dosa besar dari umatku. Adakah engkau lihat syafa’at itu bagi orang-orang yang ta’at, yang taqwa saja ?, Tidak. Bahkan syafaat itu bagi orang-orang yang berlumuran dosa, yang mencampur adukkan antara dosa dan bukan dosa”.

Dan Nabi SAW bersabda, “Aku diutus membawa agama yang benar, yang penuh kelapangan/samhah, dan penuh kemudahan”.

Dan RasuluLlah SAW bersabda, “Aku senang agar diketahui oleh dua golongan ahli kitab bahwa di dalam agama kami adalah penuh kelapangan”. Dan masih menunjukkan makna yang demikian yaitu tentang keterkabulannya do’a orang mu’min pada do’anya, “Janganlah engkau bebankan kepada kami sesuatu yang berat” QS. AL Baqarah 276.

Dan Allah Ta’ala telah berfirman, “dan meringankan beban mereka dan belenggu yang menyusahkan mereka”.

Dan telah meriwayatkan Muhammad bin Hanafiyah dari Aly RA sesungguhnya ia berkata, “ketika turun firman Allah Ta’ala. ‘Fashfahishafhassjamiil’ yang artinya ‘maka beri maaflah dengan pemberian ma’af yang baik’ , maka Nabi SAW bertanya, ‘Yaa Jibriil, apa itu Safhasjamiil ?. maka Jibril menjawab, ‘jika engkau memebri ma’af kepada orang yang menganiaya engkau, maka janganlah engkau mencelanya’.

Maka RasuluLlah SAW bersabda, “Wahai Jibril, maka sesungguhnya Allah Ta’ala itu lebih pemurah dari pada Ia mencela orang yang dima’afkanNya’. Maka menangislah Jibril, dan menangislah Nabi SAW, maka Allah Ta’ala mengutus Mika’il Alaihissalam kepada keduanya dan berkata, ‘Sesungguhnya Tuhan menyampaikan salam kepada kalian dan berfirman, “bagaimana Aku mencela orang yang telah Aku ma’afkan ?. yang demikian ini adalah sesuatu yang tidak menyerupai kemurahanKu”.

Dan hadits yang menerangkan tentang raja’ atau harap banyak sekali dan tidak terbilang. Adapun atsar atau perkataan sahabat, maka telah berkata Aly KarramaLlaahu Wajhah,”Barang siapa yang berbuat dosa dan Allah menutupinya di dunia, maka Maha Mulia Allah jika Ia membukanya dosa tersebut di akhirat. Dan barang siapa yang berbuat dosa dan Allah telah membalasnya di dunia, maka Allah Ta’ala Maha Adil untuk mengulangi siksaan kepada hambaNya di akhirat.

Imam Atsauri telah berkata, “Aku ridak suka jika dijadikan perhitungan amalku kepada kedua orang tuaku karena aku mengetahui sesungguhnya Allah Ta’ala lebih belas kasih terhadapku daripada keduanya”.

Dan sebagian ulama salaf berkata, “Orang mu’min apabila berma’siyat kepada Allah Ta’ala maka Allah menutupinya dari penglihatan malaikat agar malaikat tidak melihatnya sehingga mereka dapat berdiri menjadi saksi”.

Dan Muhammad bin Sha’b menulis surat kepada Aswad bin Salim dengan tulisannya sendiri, “Sesungguhnya seorang hamba apabila ia melampaui batas kepada dirinya sendiri kemudian ia mengangkat kedua tangannya seraya berdo’a, ‘Wahai Tuhanku’ Maka malaikat menutup/mendindingkan suara hamba tersebut, demikian untuk yang ke dua kalinya dan ke tiga kalinya, apabila sudah sampai yang ke empat kali ia berdoa ‘wahai Tuhanku’, maka Allah Ta’ala berkata kepada para malaikatNya “Sampai kapan kalian menghalangi Aku dari suara hambaKu? Sesungguhnya hambaKu itu mengetahui bahwa baginya tidak ada Tuhan yang dapat mengampuni dosa selain Aku. Aku persaksikan kepada kalian sesungguhnya Aku telah mengampuni dosanya.

Telah berkata Ibrahim bin Adham RA, suatu malam aku tidak berkesempatan melakukan tawaf karena hari itu turun hujan dan malam sangat gelap gulita. Maka berdirilah aku di multazam di sisi pintu Ka’bah. Aku berdo’a, “Wahai Tuhanku, peliharalah aku sehingga aku tidak bermaksiyat kepadaMu selamanya. Maka terdengarlah hatif / suara tanpa wujud dari dalam baituLlah, ‘Wahai Ibrahim engkau meminta pemeliharaan dariKu dan setiap hambaku meminta pemeliharaan dariKu. Jika Aku memelihara mereka, maka kepada siapa Aku memberikan karunia ? dan kepada siapa aku memberikan ampunan ?’.

Dan AL-Hasan telah berkata, "Seandainya seorang mukmin tidak pernah melakukan dosa, niscaya ia akan terbang ke langit yang tinggi, akan tetapi Allah Ta'ala mencegahnya dengan dosa".

Dan telah berkata Al-Junaid RA. "Jikalau nampaklah mata orang pemurah niscaya menghubungkanlah ia di antara orang jahat dengan orang yang berbuat baiik".

Dan Malik bi Dinar telah bertemu dengan Abban, maka ia bekata kepadanya, Sudah berapa banyak engkau berbicara kepada manusia tentang keringanan/rukhshah ?". Maka Aban menjawab, "Wahai Abu Yahya, sesungguhnya aku sangat mengharapkan jika engkau melihat kemaafan Allah di hari kiyamat akan apa yang engkau koyak dari pakaian engkau karena sangat gembiranya".

Dan di dalam hadits Rabi'y bin Harasy dari saudaranya, dan sungguh ia termasuk sebaik-baik tabi'in. Dan ia / saudaranya itu termasuk oarng yang berkata-kata sesudah ia meninggal. Maka Rabi'y berkata "Ketika saudaraku meninggal maka ia ditutup dengan pakaiannyadan kami letakkan dia di atas keranda. Maka ia membukakan kain yang menutupinya dari arah wajahnya dan duduk lurus dan berkata, "sesungguhnya aku telah bertemu dengan Tuhanku Azza wa Jalla maka Ia menyambutku dengan penuh suka cita. Dan Tuhanku tidak marah. Dan aku melihat segala urusan sangatlah mudah dari pada apa yang kalian persangkakan, maka janganlah kamu lesu. Dan sesungguhnya RasuluLlah SAW melihatku demikian pula para sahabat beliau hingga aku kembali kepada mereka.

Rabi'y meneruskan ceritanya, "Kemudian ia (saudaraku) mencampakkan dirinya seakan akan seperti sebuah batu yang jatuh pada tempat cuci tangan, maka kami pikul ia dan kami kebumikan".

Dan tersebut di dalam hadits, "Sesungguhnya ada dua orang laki-laki dari bani Israel mengikat persaudaraan karena Allah Ta'ala. Maka salah satu dari keduanya adalah termasuk orang yang menganiaya diri sendiri dengan ma'siyat dan yang satunya lagi adalah ahli ibadah, dan ia menasehatinya dan menghardiknya pula. maka ia berkata kepada temannya yang menghardiknya, "tinggalkanlah aku. Demi Tuhanku, apakah engkau diutus untuk memata-matai aku? hingga pada suatu hari ia mendapat temannya yang ahli ma'siyat sedang melakukan dosa besar maka marahlah ia dan berkata, "Allah tidak akan mengampunimu". Maka dijawabnya, "Kelak Allah pada hari kiyamat akan berkata 'Adakah seseorang mampu mencegah rahmatKu atas hambaKu ? pergilah kamu dan sungguh Aku telah mengampuni kamu. Kemudian Allah berkata kepada yang ahli ibadah, 'dan untukmu, sungguh engkau telah mengharuskan bagi dirimu neraka'.

Nabi SAW bersabda, "Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh ia telah berbicara dengan perkataan yang membinasakan dunianya dan akhiratnya".

Dan diriwayatkan pula sesungguhnya ada pencuri pada masa bani Israil, dan ia telah merampok selama empat puluh tahun. Maka lewatlah Nabi Isa AS sedangkan dibelakang beliau ada pula seorang ahli ibadah di kalangan bani Israel dari golongan hawariyyin, Maka berkatalah pencuri itu dalam hatinya, "Ini adalah Nabi Allah dan di samping beliau ada sahabatnya yang ahli ibadah. Jika aku turun bersama mereka, maka aku menjadi ketiganya dari mereka. Maka turunlah pencuri tersebut dan hendak menggabungkan diri dengan mendekati sang hawariyyin dengan cara menghina dirinya sendiri dan memuliakan sang hawariyyin dengan berkata pada dirinya sendiri, 'orang sepertiku tidaklah pantas berjalan berdampingan dengan orang yang ahli ibadah ini'. Dan sang hawariyyin merasa sesuatu dalam dirinya dan ia berkata dalam hatinya, 'orang jelek ini berjalan disampingku....Maka ia merapatkan dirinya dengan Nabi Isa AS dan berjalan disamping Nabi Isa AS sedangkan si pencuri tetap berjalan di belakangnya. Maka Allah Ta'ala memberikan wahyu kepada Nabi Isa AS, "Katakan kepada keduanya agar mereka mengulang semua amal mereka karena sesungguhnya telah terhapuslah semua amal mereka sebelumnya. Adapun hawariyyin telah terhapuslah amal baiknya disebabkan ia ujub kepada dirinya sendiri. dan adapun yang satunya lagi, juga telah terhapuslah keburukannya disebabkan ia telah menghinakan dirinya sendiri". Maka Nabi Isa AS mengabarkan kepada keduanya hal akan tersebut dan pencuri itu menggabungkan diri dengan beliau AS dan dijadikannya menjadi sahabatnya.

Dan diriwayatkan dari Masruq sesungguhnya ada seorang Nabi diantara para Nabi AS sedang bersujud. Kemudian seorang ahli maksiyat menginjak lehernya dan lengketlah antara batu dengan dahinya. Maka Nabi AS tersebut mengangkat kepala beliau seraya marah dan berkata, 'Pergilah, Allah tidak akan mengampunimu'. Maka Allah menurunkan wahyu kepadanya "Engkau telah bersumpah atasKu pada hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengampuninya".

Dan mendekati dari yang demikian, apa yang diriwayatkan oleh Ibni Abbas RA, "Sesungguhnya RasuluLlah SAW berdo'a untuk orang-orang musyrik dan melaknati mereka di dalam shalat beliau SAW. Maka turunlah kepada beliau firman Allah Ta'ala, 'Laisa laka minal amri syai-un, au yatuuba 'alaihim au yu'adzzibahum Yang artinya, "Tiadalah engkau mempunyai kepentingan dalam perkara itu sedikitpun , Allah menerima taubat mereka atau menyiksa mereka (QS. Ali Imran 128). Kemudian Beliau SAW meninggalkan tidak berdo'a untuk mereka dan Allah telah memberikan hidayahNya kepada kebanyakan mereka dengan agama Islam".

Diriwayatkan dalam sebuah atsar, bahwasanya ada dua orang yang sama-sama ahli ibadah dan satu level ibadahnya. Maka apabila keduanya telah dimasukkan surga, diangkatlah salah satu dari keduanya kepada derajat yang tinggi mengalahkan temannya yang satu lagi. Maka berkatalah ahli ibadah yang satunya, "Wahai Tuhanku, tidaklah dia di dunia lebih banyak ibadahnya dari pada aku, sehingga engkau tinggikan derajadnya di surga dari pada aku ?

Maka Allah berfirman, “Sesungguhnya ia meminta kepadaku derajat yang tinggi di surga sedangkan engkau memintaku agar engkau selamat dari api neraka. Maka Aku berikan kepada setiap hamba akan apa yang ia minta kaepdaKu. Dan yang demikian ini menunjukkan bahwasanya beribadah atas dasar harap itu lebih utama daripada beribadah atas dasar takut / khouf, karena sesungguhnya kecintaan itu lebih keras bagi orang yang berharap daripada orang yang takut.

Maka berapa banyak perbedaannya pada raja-raja antara orang yang melayani karena takut akan siksanya dan antara orang yang melayaninya karena mengharapkan kebaikan dari raja dan kemurahannya. Karena itu Allah Ta’ala memerintahkan untuk selalu berperasanka baik , dan karena demikian maka RasuluLlah SAW bersabda, “SaluuLlaahad darajaatil ‘ulaa fa innamaa tas’aluuna kariimaa” yang artinya , “mintalah kepada Allah derajad yang tinggi karena sesungguhnya engkau meminta kepada Zat Yang Maha pemurah”.

Dan bersabda, “idzaa sa-altumuLlaaha fa-a’dhimuurraghbata was aluul firdausai a’laa fa-innalLaaha Ta’ala laa yata’adhamuHu syai-un”. Yang artinya “Apabila kamu semua meminta kepada Allah maka besarkanlah keinginan dan mintalah surga firdaus yang tertinggi, karena sesungguhnya Allah Ta’ala tiadalah sesuatu yang besar bagiNya”.

Dan telah berkata Bakr bin Salim Ash-Shawaaf, “Kami memasuki rumah Malik bin Anas pada waktu sore hari dimana ia wafat pada sore itu. Maka kami bertanya, ‘Wahai aba AbdilLah, bagaimana engkau mendapati dirimu ?’. Ia menjawab, ‘aku tidak tahu, apa yang aku katakan kepadamu selain engkau akan melihat dari kemaafan Allah apa yang tidak ada bagimu pada penghitungan amal (hisab)”. Kemudian kami tetap di situ hingga kami tidak mengetahui lagi maksud perkataannya.

Telah berkata Yahya bin Mu’adz di dalam munajahnya, “Harapku kepadaMu dalam kesalahanku, hampir mengalahkan harapanku kepadaMu dalam ta’atku. Karena sesungguhnya aku berpegangan dalam amal dengan ikhlash, dan bagaimana pula aku dapat menjaganya ? sedangkan aku berada dalam bahaya. Dan aku mendapati diriku ketika berdosa, maka aku berpegangan kepada kema’afanMu. Maka bagaimana Engkau tidak mema’afkanku sedangkan Engkau bersifat Maha Pemurah ?

Diriwayatkan bahwasanya ada seorang majusi bertamu kepada Ibrahim Al-Khalil AS, Maka beliau berkata, “Apabila kamu mau masuk Islam maka aku akan menjamu kamu sebagai tamu. Orang Majusi itu lalu pergi, kemudian Allah Ta’ala memberikan wahyu kepada Nabi Ibrahim AS, ‘Engkau tidak memberi makan kepada majusi kecuali ia mau merobah agamanya. Dan Aku selalu memberinya makan selama 70 tahun dalam kekafirannya. Jika saja engkau menjamunya semalam, maka apa yang ada atas engkau ?”

Maka pergilah Nabi Ibrahim AS menyusul majusi itu dan memintanya kembali dan menerimanya sebagai tamu.

Maka Majusi itu bertanya kepada Nabi Ibrahim AS, “apa yang terjadi padamu akan semua ini ?.” Maka Nabi Ibrahim menceritakan semua kejadiannya. Maka berkatalah orang majusi, “apakah karena ini engkau menghubungiku ?. dan dilanjutkannya ,”kemukakanlah kepadaku tentang Islam”. Maka masuk islam lah majusi itu.

ustadz Abu Sahl Ash-Sha’luki Telah melihat Abu Sahl Az-Zujaji di dalam mimpi. Dan beliau Abu Sahl Az-Zujaji telah berkata tentang janji azab selama-lamanya. Lalu Abu Sahl Ash-Sha’luki bertanya, “bagai mana keadaanmu ?”. beliau menjawab, ‘kami mendapati urusan lebih mudah daripada yang kami perkirakan. Kemudian sebahagian dari mereka bermimpi bertemu dengan Abu Sahl Ash-Sha’luki dalam keadaan yang sangat bagus yang tidak dapat disifatkan. Maka ditanyakan kepada beliau, ‘wahai ustadz, dengan apa engkau memperoleh derajad ini ?’ maka dijawab, “dengan berbaik sangka kepada Tuhanku”.

Dikisahkan sesungguhnya Abul Abbas bin Suraij RA semoga Allah merahmati beliau bermimpi dalam sakit dimana beliau meninggal pada sakitnya itu, seakan kiyamat sudah terjadi. Tiba-tiba Allah Yang Maha Perkasa berfirman, “Dimanakah para Ulama ?”. Maka datanglah para Ulama, kemudian Allah berfirman, “Apa yang kamu amalkan dengan ilmumu ?”. kamipun menjawab, ‘Wahai TUhanku, kami teledor dan kami berbuat jahat’. Maka Allahpun mengulangi pertanyaan seakan Dia tidak berkenan dengan jawabantadi dan menghendaki jawaban yang lain. Maka aku menjawab, ‘ Adapun aku yaa Allah tiadalah terdapat pada catatan amalku sesuatu syirik dan sungguh Engkau telah berjanji bahwa Engkau akan mengampuni yang kurang dari itu. Maka Allah berfirman, “pergilah kalian semua dengan dia / Abul Abas dan telah Akuampuni kalian semua. Dan wafatlah Abul Abbas setelah tiga hari –darimimpi itu.

Diceritakan adalah seorang laki-laki peminum khamr, mengumpulkan teman-temannya, dan memberikan 4 dirham kepada budaknya dan memerintahkannya untuk membelikan sesuatu dari buah-buahan untuk hidangan. Maka lewatlah budak tadi di pintu majlis Manshur bin ‘Ammar, dan beliau meminta sesuatu untuk pafa fakir miskin, dengan berkata, “Barang siapa yang memberinya uang 4 dirham, maka aku akan mendoakannya dengan 4 macam doa”.

Selanjutnya diceritakan, “maka budak tersebut menyerahkan uangnya yang 4 dirham , maka berkatalah Manshur,

“Apa yang engkau inginkan agar aku mendo’akanmu ?”.

Orang itu menjawab, “Aku mempunyai tuan, dan aku ingin agar aku terbebas/merdeka darinya”.

Maka berdoalah Manshur yang demikian.

Kemudian bertanya lagi, “yang lain ?”.

Kemudian budak itu berkata lagi, “Aku mohon dido’akan agar Allah SWT mengganti dirham-dirhamku. Lalu Manshur mendoakannya,

kemudian bertanya lagi “yang lain ?” Budak itu menjawab “Kiranya Allah mengampuniku dan juga tuanku dan juga engkau serta rombongan teman-temanku”. Maka berdoalah Manshur yang demikian.

Kemudian kembalilah budak tadi kepada tuannya maka tuannya bertanya “mengapa terlambat”. Maka budak ltu menceritakan kisah yang dialaminya di perjalanan dengan Manshur, dan tuannya bertanya, “apa yang engkau mohonkan

Budak itu menjawab, “Aku mohon agar aku terbebas / merdeka .

Tuannya berkata , “Pergilah sekarang engkau merdeka”.

Tuannya bertanya lagi,” dan apa permintaanmu yang ke dua ?”.

Budak itu menjawab, “Aku meminta agar Allah SWT mengganti dirham-dirhamku”.

Tuannya berkata, “Bagimu aku beri 4000 dirham.”. Tuannya bertanya lagi “ Kemudian apa permintaanmu yang ke tiga ?”

Budak itu menjawab, Aku mohon agar Allah SWT membuat engkau mau bertobat”.

Tuan itu menjawab, “Sekarang aku bertobat kepada Allah SWT”. Tuannya bertanya lagi, “Kemudian apa permintaanmu yang ke empat ?”.

Budak itu mrenjawab, “Aku mohon agar Allah SWT mengampuniku dan engkau, dan teman-temanmu”.

Tuannya menjawab, “Yang satu ini tidak ada pada diriku “.

Maka ketika terrtidur malam itu, bermimpilah ia seakan – akan ada yang berkata kepadanya, “ Engkau telah berbuat apa yang ada padamu, apakah engkau akan melihat bahwa Aku tidak melakukan apa yang ada padaKu ? Sungguh telah Aku ampuni engkau, dan juga budak engkau , dan kepada Manshur ibnu ‘Ammar, dan juga teman-temanmu semua”

Dan diriwayatkan dari Abdul Wahab bin Abdul Hamid, Ats-Tsaqafi, berkata, “Aku melihat tiga orang laki-laki dan seorang perempuan sedang mengusung jenasah, maka aku ambil alih posisi wanita itu dan kami mengusungnya ke kuburan, dan kami menshalatkannya di sana kemudian kamu menguburkannya. Aku bertanya kepada wanita tadi, “Siapakah mayit ini dari pihak engkau?”

Wanita itu menjawab, “Dia adalah anakku”

Aku bertanyan ,”Apakah engkau tidak memiliki tetangga ?”

Wanita itu menjawab, “Aku mempunyai tetangga akan tetapi mereka semua meremehkan dia“.

Aku bertanya, “Mengapa demikian ?”

Wanita itu menjawab, “Dia /a anakku adalah banci”

Abdul Wahab meneruskan ceritanya, “Maka aku merasa kasihan kepadanya, selanjutnya aku ajaklah wanita itu ke rumahku, dan aku berikan beberapa dirham serta gandum dan beberapa helai kain. Pada malam harinya ketika tidur aku bermimpi, ada seseorang yang dating kepadaku, dimana wajahnya bersinar bak bulan purnama dengan mengenakan pakaian putih dan berterimakasih kepadaku. Maka aku bertanya, “Siapakah kamu ?”

Dia menjawab, “aku adalah banci yang telah engkau kuburkan. Tuhanku telah mengampuniku disebabkan karena manusia telah menghinaku”.

Telah berkata Ibrahim Al – Athruusyi “Suatu ketika kami duduk-duduk di Baghdad bersama Ma’ruuf Al-Kharqi RA di tepi sungai Dajlah, tiba-tiba lewatlah anak – anak muda dengan menaiki perahu dan menabuh rebana seraya minum khamr dan bersenang-senang.

Orang-orang berkata kepada Ma’ruuf, “Bukankah engkau lihat mereka bermaksiyat kepada Allah SWT secara terang-terangan ? Maka berdo’alah bagi mereka”.

Maka Syaikh Ma’ruuf Al-Kharqi mengangkat tangan beliau dan berdo’a, “Wahai Tuhanku, sebagaimana Engkau gembirakan mereka di dunia, maka gembirakanlah mereka di akhirat”.

Orang-orang bertanya kepada Syaikh Ma’ruuf, “Sesungguhnya kami memohon engkau agar engkau mendo’akan bagi kebinasaan mereka”.

Syaikh Ma’ruuf menjawab, “jika Allah SWT memberikan mereka kebahagiaan di akhirat niscaya Allah SWT membuat mereka bertobat”.

Dan sesungguhnya sebagian ulama salaf berkata dalam do’anya, “Wahai Tuhanku, penduduk mana yang tidak pernah bermaksiyat kepadaMu ? kemudian ni’matmu Engkau berikan kepada mereka ? dan rizki tetap Engkau edarkan kepada mereka ? Maha suci Engkau, alangkah kasihnya Engkau, Demi keagungan Engkau, sesungguhnya Engkau menghinggakan, kemudian Engkau menyempurnakan ni’mat dan engkau cuurahkan, dan Engkau peredarkan rizki. Seakakn-akan Engkau Wahai Tuhanku tiada akan marah”.

Maka demikian ini beberapa sebab yang menarik ruuh harap pada hati orang-orang tang takut dan putus asa. Adapun orang yang dungu dan tertipu, tidak seharusnya mendengarkan sesuatu dari semua ini (yang menarik harap) akan tetapi sebaiknya mendengarkan nasihat yang dapat mengambalikannya kepada rasa takut karena sesungguhnya kebanyakan manusia tidak akan menjadi baikkecuali dengan pentakutan seperti budak yang buruk dan anak kecil yang jorok, tidak dapat berlaku benar kecuali dengan cambuk dan tongkat dan melahirkan kata-kata kotor. Adapun kebalikan dari yang demikian, maka akan menyumbat mereka pintu perbaikan pada agama dan dunia mereka.


Template by: Abdul Munir
Website: 99computercity