Jumat, 30 Mei 2008

Sabar





Allah SWT berfirman, “Washbir, mawaa shabruka illa biLlaah” yang artinya, “Sabarlah engkau yaa Muhammad, dan tidaklah kesabaranmu itu kecuali dengan pertolongan Allah”. (An-Nahl 27).
Dari ‘Aisyah RA, diceritakan bahwa RasuluLlah SAW bersabda, “Inna shabra ‘inda shadmatil uula”. ‘Sesungguhnya sabar yang sempurna itu pada pukulan yang pertama’.
Dari sahabat Anas bin Malik diriwayatkan bahwa RasuluLlah SAW bersabda, “Sabar yang paling sempurna adalah pada pukulan (ketika menghadapi cobaan) yang pertama”. Sabar itu terbagi menjadi dua, yaitu sabar yang berkaitan dengan usaha hamba dan sabar yang tidak berkaitan dengan usaha hamba. Sabar yang berkaitan dengan usaha hamba terbagi menjadi dua, yaitu sabar terhadap apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan sabar terhadap apa yang dilarang-Nya. Sedang sabar yang tidak berkaitaan dengan usaha adalah sabar terhadap penderitaan yang terkait dengan hukum karena mendapatkan kesulitan.
Al- Junaid mengatakan, “Perjalanan dari duniia menuju akhirat adalah mudah dan menyenangkan bagi orang yang beriman. Putusnya hubungan makhluk di sisi Allah SWT adalah berat. Perjalanan dari diri sendiri menuju kepada Allah SWT adalah berat. Dan sabar kepada Allah SWT tentunya akan lebih berat”. Beliau ditanya tentang sabar lalu menjawab, “Menelan kepahitan tanpa bermasam muka”.
Menurut Ali bin Abi Thalib, sabar merupakan bagian dari iman sebagaimana kepala merupakan bagian dari tubuh. Menurut Abul Qasim, yang dimaksud firman Allah SWT,”Sabarlah engkau (yaa Muhammad)” adalah pondasi ibadah. Sedangkan firman Allah SWT,”tiada kesabaranmu kecuali dengan pertolongan Allah”. Adalah ubudiyah (penghambaan). Barang siapa yang naik dari satu derajat ke derajat yang lain karena pertolongan Allah maka dia pindah dari derajat kaidah menuju derajat ubudiyah. RasuluLlah SAW bersabda, “BiKa ahya wa biKa amuut” . dengan pertolongan-Mu aku hidup, dan dengan pertolongan-Mu aku mati”.
Abu Sulaiman pernah ditanya tentang sabar, dia menjawab, “Demi Allah kami tidak bersabar terhadap apa yang kami cintai, maka bagaimana kami bersabar terhadap apa yang kami benci ?”
Menurut Dzunun Al-Mishri, yang dimaksud sabar adalah menjauhi hal-hal yang bertentangan, bersikap tenang ketika menelan pahitnya cobaan dan menampakkan sikap kaya dengan menyembunyikan kefakiran di medan kehidupan.” Menurut Ibnu Atha, yang dimaksud sabar adalah tertimpa cobaan dengan tetap berperilaku yang baik. Menurut satu pendapat, yang dimaksud sabar adalah orang yang sangat sabar yaitu orang yang mengembalikan pada dirinya terhadap sesuatu yang dibenci ketika menghadapi serangan.
Menurut sebagian ulama, yang dimaksud sabar adalah tertimpa cobaan dengan tetap bersikap baik dalam pergaulan sebagaimana ketika dalam keadaan sehat (selamat). Allah SWT berfirman, “Dan akan Kami balas orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari pada apa yang mereka usahakan”. (An-Nahl 96).
Menurut Amr bin Utsman, yang dimaksud sabar adalah tetap bersama Allah SWT dan menerima cobaan-Nya dengan lapang dada dan senang hati. Menurut Ibrahim Al-Khawash yang dimaksud sabar adalah tetap konsisten dengan hukum-hukum al-Qur’an dan As-Sunah. Menurut Yahya kesabaran orang-orang yang cinta kepada Allah SWT lebih kuat daripada kesabaran orang-orang yang zuhud
Sya’ir :
Sabar akan menghiasi dengan keindahan
Di seluruh tanah air
Sabar tidak akan terhiasi dengan keindahan
Kecuali hanya bila tertuju pada-Mu

Menurut Ruwaim, yang dimaksud sabar adalah meninggalkan keluhan. Menurut Dzunun Al-Mishri yang dimaksud sabar adalah memohon pertolongan kepada Allah SWT.
Sya’ir :
Saya akan bersabar agar Engkau rela
Saya lenyapkan rasa keluh kesah
Agar Engkau juga rela
Saya merasa cukup
Apabila sabarku
Telah melenyapkan diriku.

Menurut abduLlah bin Khafif sabar terbagi menjadi tiga yaitu orang yang menerima sabar, orang yang sabar, orang yang sangat sabar. Menurut Ali bin Abi Thalib, sabar ibarat binatang kendaraan yang tidak pernah jatuh tersungkur.
Ali bin AbdiLlah Al-Bashri mengatakan bahwa seorang laki-laki berhenti di depan As-Syibli seraya bertanya, “Sabar yang bagaimana yang lebih kuat atas orang-orang yang sabar?’
“Sabar di dalam Allah SWT”.
“Bukan”.
“Sabar untuk Allah SWT”
“Bukan”.
“Jadi sabar yang bagaimana” As-Sybli balik bertanya.
“Sabar menghindarkan diri dari Allah SWT”. Setelah itu As-Syibli berteriak yang menyebabkan ruh-nya hampir saja lenyap. Menurut Abu Muhammad Ahmad Al-Jariri yang dimaksud sabar adalah tidak memisahkan antara kenikmatan dan ujian dengan pemikiran yang tenang, sedangkan yang dimaksud penerimaan sabar adalah tenang menghadapi cobaan dengan mendapatkan beratnya ujian. Sebagian ulama mengatakan :
saya bersabar
tetapi saya belum mengetahui
keinginan-Mu atas sabarku
saya sembunyikan dari-mu
apa-apa yang terkait denganku
dari tempat sabar
karena hati nuraniku takut
mengeluh pada kerinduanku
terhadap air mataku secara rahasia
sehingga ia tetap mengalir, dan sayapun tidak mengetahui.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
Yang dimaksud firman Allah SWT, Ishbiruu washabiruu warabithuu, Sabarlah, dan sabarkanlah, dan berjagalah kamu sekalian”. (Ali Imran 200). Sebagian berpendapat bahwa yang dimaksud ayat ini adalah sabarlah dengan diri kamu sekalian untuk ta’at kepada Allah SWT, sabarlah dengan hati kalian untuk menerima cobaan-Nya, dan sabarlah dengan tabir rahasia hati kalian untuk rindu kepada-Nya. Sedangkan menurut sebagian ulama yang lain yang dimaksud ayat itu adalah sabarlah kalian karena Allah SWT, sabarlah kalian dengan-Nya, dan bersabarlah kalian bersama-Nya.
Menurut satu pendapat, Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi Dawud AS, “Ber budi pekertilah dengan budi pekerti-Ku, sesungguhnya sebagian dari budi pekerti-Ku adalah sangat sabar”. Dalam ungkapan lain disebutkan, telanlah kesabaran. Apabila Allah SWT mematikanmu maka Dia akan mematikanmu dengan mati syahid. Apabila Allah SWT menghidupkanmu maka Dia akan menghidupkanmu dengan kemuliaan.
Menurut sebagian ulama, sabar karena Allah SWT adalah suatu kelelahan, sabar dengan Allah SWT adalah ketetapan, sabar di hadapan Allah SWT adalah cobaan, sabar bersama Allah SWT adalah pemenuhan, dan sabar menghindar dari Allah SWT adalah kehanyutan.
Sya’ir :
Sabar menghindarkan diri dari-Mu
Akan mengabkibatkan tercela
Sedangkan sabar dalam segala hal
Akibatnya terpuji
Bagaimana sabar dari orang yang tinggal di sampingku
Dengan menempati yang kanan dari pada yang sebelah kiri
Apabila orang yang bersendau gurau
Dengan segala sesuatu
Maka saya telah melihat kecintaan
Yang bersendau gurau dengan orang lain

Menurut sebagian yang lain, sabar mencari adalah tanda keberhasilan, sedangkan sabar menerima ujian adalah tanda kebahagiaan. Menurut yang lain, yang dimaksud menyabarkan diri adalah sabar di atas sabar sehingga dapat mencakup sabar di dalam sabar dan melemahkan sabar dari sabar sebagaimana diungkapkan dalam sya’ir :

Orang yang sabar di dalam sabar
Akan dimintai pertolongan
Oleh orang yang sangat sabar
Sehingga orang yang cinta
Menyebutnya dengan sebutan sabarnya sabar


Menurut satu cerita, Asy-Syibli dicegat ditengah perjalanan di daerah Maratsani. Sekelompok orang datang kepadanya.
“Siapa kalian”. Tanya Asy-Syibli.
“Para kekasihmu yang sedang beraziarah kepadamu.”
Kemudian beliau melemparkan batu kepada mereka sehingga mereka lari. Beliau mengatakan kepada mereka, “Wahai orang-orang pembohong, jika kalian para kekasihku, maka tentu engkau akan sabar menerima cobaanku”.
Di dalam sebagian hadits disebutkan, “Dengan penjagaan Mata-Ku (Allah), orang-orang yang sabar sebenarnya tidak bersabar untukku. Allah SWT berfirman, “Bersabarlah engkau kepada hukum Tuhanmu, sesungguhnya engkau dalam penjagaan Kami”. (At-Thuur 48).
Sebagian ulama mengatakan, saya berada di Makkah, saya melihat orang fakir mengelilingi BaituLlah. Dia mengeluarkan Ruq’ah (semacam azimat atau bungkusan yang berisi tulisan) dari dalam sakunya. Dia melihat ruq’ah itu lalu pergi. Esok hari ia berperilaku seperti itu, beberapa hari saya memperhatikannya. Dia selalu mengerjakan hal itu setiap hari untuk kepentingannya sendiri. Suatu hari ia berkeliling dan melihat ruq’ahnya. Sedikit demi sedikit ia menjauh lantas terjatuh dan meninggal dunia. Ruq’ah itu kemudian saya keluarkan dari dalam sakunya. Ternyata di dalam ruq’ah itu berisikan firman Allah SWT,”Bersabarlah engkau terhadap hukum Tuhanmu sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami”. (At-Thuur 48).
Sebagian ulama lain mengatakan, “saya memasuki negara India. Saya melihat seorang laki-laki menggunakan satu mata. Orang-orang memberikan nama kepadanya si Fulan yang sangat sabar. Saya bertanya kepada mereka tentang keadaannya, lantas dijawab bahwa ketika dia menginjak awal remaja, saat teman-temannya hendak bepergian dia keluar dari tempat tinggalnya. Salah satu dari kedua matanya melelehkan air mata, sedang mata yang satunya tidak menangis. Dia mengatakan kepada mata satunya yang tidak melelehkan air mata, ‘Kenapa engkau tidak melelehkan air mata atas perpisahan temanku? Saya tentu akan mengharapkanmu untuk melihati dunia’. Dia memejamkan matanya selama dua tahun tanpa pernah membukanya.
Menurut satu pendapat, yang dimaksud firman Allah SWT, “Bersabarlah engkau dengan sabar yang baik”. (Al-Ma’arij 5) adalah sabar yang benar sehingga orang yang tertimpa musibah di tengah-tengah masyarakat tidak dapat diketahui. Umar bin Khatab pernah mengatakan, “seandainya sabar dan syukur diibaratkan dua ekor unta, maka saya tidak peduli mana diantara keduanya yang akan saya naiki”.
Dalam satu ungkapan, Ibnu Syibrimah apabila mendapat cobaan dia mengatakan, “Sekarang berawan, besok ia akan hilang”. Di dalam hadits pernah disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah ditanya tentang Iman beliau menjawab, “As-shabru wassamaahah”. ‘Sabar dan toleransi.’
Syaikh Sary pernah ditanya tentang sabar. Ketika beliau hendak menjawab, kaki beliau dihinggapi kalajengking yang menyengat berulang-ulang. Beliau tetap diam dan tak bergerak. Beliau ditanya, ‘mengapa kalajengking itu tidak kau jauhkan dari kakimu ?’. beliau menjawab, “Saya malu kepada Allah SWT membicarakan sabar sementara saya belum bisa bersabar”.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa orang-orang fakir yang bersabar adalah tamu-tamu Allah SWT di hari kiyamat. Dalam suatu cerita Allah SWT menurunkan wahyu kepada sebagian Nabi-Nya,”Cobaan-Ku telah Aku turunkan kepada sebagian hamba-Ku kemudian ia berdo’a kepada-Ku, tetapi Aku tidak mengabulkannya. Kemudian ia mengeluh kapada-Ku. Aku berfirman kepada-Nya, ‘wahai hamba-Ku, bagaimana Aku dapat mengasihimu dengan suatu pemberian sehingga Aku akan mengasihimu”.
Arti firman Allah SWT, “Dan Aku jadikan mereka pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka mau bersabar”. Ayat itu, kata Ibnu Uyainah, adalah ketika mereka menghendaki suatu pemimpin dalam suatu urusan, maka Kami jadikan ia (orang yang sabar) sebagai pemimpinnya.
Ustadz Abu Ali Ad-Daqaaq mengatakan, “yang dimaksud pembatasan sabar adalah tidak merintangi takdir. Apabila menampakkan cobaan tanpa mengeluh atau mengadu, maka bukan berarti hal itu menikadakan sabar. Allah SWT berfirman tentang kisah Nabi Ayub AS, “Sungguh Kami mendapati Ayub sebagai orang yang sabar, Dia adalah sebaik-baik hamba”. (Shad 44). Ayat ini ditopang oleh ifrman-Nya, yang lain seperti perkataan Nabi Ayub AS,“Kemelaratan telah menimpa diriku” (Al-Anbiya 83). Dari ungkapan ini dapat ditafsirkan bahwa maksudnya adalah,”Kemelaratan telah menimpa diriku agar Engkau memberikan kesenangan kepada orang-orang yang lemah.” Menurut sbagian ulama, ayat yang berbunyi, “sungguh Kami mendapati Ayub sebagai orang yang sabar”. Bukan dengan kata seorang yang sangat sabar karena semua kondisi Ayub tidak dapat disamakan dengan sabar. Sebaliknya semua kondisinya telah berubah menjadi ni’matnya musibah. Sehingga dalam kondisi ni’mat maka tidak dapat diklasifikasikan sebagai orang yang sangat sabar . Oleh karena itu Allah SWT tidak berfirman “sebagai orang yang sangat sabar”.
Uastadz Abu Ali Ad-Daqaaq berkata, “Hakikat sabar adalah menghindarkan diri dari cobaan dan menerima apa yang telah menimpanya seperti Nabi Ayub AS beliau tetap mengatakan di akhir cobaannya, “Kemelaratan telah menimpa diriku, sedang Engkau lebih pengasih dari segala yang pengasih” (Al-Anbiya 83).
Dia menjaga etika berbicara dengan mengatakan Engkau lebih pengasih dari segala yang pengasih tidak mengatakan, Kasihanilah aku.
Perlu diketahui bahwa sabar itu tebagi menjadi dua, yaitu kesabaran orang yang beribadah, dan kesabaran orang yang cinta. Sebaik-baik sabar orang yang beribadah adalah terjaga. Dan sebaik baik kesabaran orang yang cinta adalah tertinggal.
Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “Nabi Ya’qub telah mengoptimalkan perjanjian sabar dengan dirinya sendiri dengan mengatakan, “As-shabrun jamiil “ Namun ketika tidak mendapatkannya, beliau mengatakan, “Aduh alangkah duka citaku mengenang yusuf”.



‘Umrah in the month of Rajab
Is there any particular virtue in performing ‘Umrah in the month of Rajab?.

Praise be to Allaah.

Firstly:


There is no report from the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) – as far as we know – to suggest that there is any particular virtue in performing ‘Umrah in the month of Rajab, or that it is encouraged. Rather it is proven that there is a particular virtue in performing ‘Umrah in the month of Ramadaan, and in the months of Hajj, which are Shawwaal, Dhu’l-Qa’dah and Dhu’l-Hijjah.


There is no report to prove that the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) performed ‘Umrah in Rajab, rather that was denied by ‘Aa’ishah (may Allaah be pleased with her), who said: The Messenger of Allaah (peace and blessings of Allaah be upon him) never performed ‘Umrah in Rajab. Narrated by al-Bukhaari, 1776; Muslim, 1255.


Secondly:


Something that has been introduced into the religion is what some people do, namely singling out the month of Rajab for ‘Umrah, because no one should single out a specific time for doing an act of worship unless that has been prescribed in sharee’ah.


Ibn al-‘Attaar, the student of al-Nawawi (may Allaah have mercy on them both) said:


What I have heard about the people of Makkah, may Allaah increase it in honour, is that they are accustomed to performing ‘Umrah a great deal in Rajab. This is something for which I know of no basis, rather it is proven in the hadeeth that the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) said: “ ‘Umrah in Ramadaan is equivalent to Hajj.” End quote.


Shaykh Muhammad ibn Ibraaheem (may Allaah have mercy on him) said in his Fataawa (6/131):


With regard to singling out some days of Rajab for any kinds of ziyaarah etc, there is no basis for that. Imam Abu Shaamah stated in his book al-Bida’ wa’l-Hawaadith that performing acts of worship at specific times which were not prescribed by Islam is not right, because no time is better than any other, except times when it is prescribed to perform a certain kind of worship, or a time when all kinds of good deeds are better than at other times. Hence the scholars denounced the singling out of the month of Rajab for performing ‘Umrah a great deal. End quote.


But if a person goes for ‘Umrah during Rajab without believing that there is any special virtue in that, but it just so happens that it is easy for him to travel at that time, there is nothing wrong with that.

Smoking is haraam in IslamPowerful arguments based on the Quran and Sunnah from Dr. Ibrahim B. Syed
Cigarette smoking is the most widespread example of drug dependence in the United States and in all the Islamic countries as well. The U.S. Surgeon General's Office considers cigarette smoking to America's worst drug addiction problem. Medical investigations show that cigarette smoking is a major factor in the development of many cases of cancer, heart trouble, chronic lung and respiratory disease and other ailments. Smoking causes more illness and death than all other drugs. Cigarette smoking in pregnant women results in deleterious health effects on their newborn children. These findings and the revelations in the Holy Qur'an clearly prohibit smoking of tobacco by Muslims. Hence smoking is unlawful in Islam.
Smoking and Health Effects
It is very well known that cigarette smoking is the most widespread example of drug dependence in the United States. A pamphlet released by the U.S. Surgeon General's Office entitled "Why People Smoke Cigarettes" calls cigarette smoking America's worst drug addiction problem. It involves addiction to the drug nicotine in tobacco and possible other tobacco substances.
An authoritative British report (1) stated that tobacco smoking is a form of drug dependence different from but no less strong than that of other addictive drugs—the most stable and well-adjusted person will, if he smokes at all, almost inevitably become dependent on the habit.
An Australian government report of 1977 called Drug Problems in Australia - An Intoxicated Society (2), says, "It is important to recognize that smoking is a form of drug dependence, but one with especially insidious characteristics."
Like many other drugs, the chemicals in cigarette affect the chemistry of the brain and nervous system and create dependence and lead to compulsive use.
More than 56 million Americans and multiple scores of millions more in other nations, including Islamic nations (3) are hooked on cigarettes in the same way as caffeine addicts are hooked on caffeine. A major reason why sales continue at high levels despite widespread public knowledge about the health hazards is the addictive nature of cigarettes.
Most people start smoking just to conform to peer or social pressures. They get a feeling of "grown up." They find smoking (nicotine) at first acts as a stimulant. Later they find they need to smoke as a tranquilizer. These smokers develop a level of tolerance and bodily adjustment to nicotine. If this level of nicotine is not maintained in their blood, they will experience uncomfortable physical-psychological dependence problems. These uncomfortable feelings are classic drug withdrawal symptoms. Addictive drugs are psychoactive which create brain and nervous system dependence and lead to compulsive use. Abrupt discontinuation leads to physiological and psychological distress. The withdrawal symptoms are headache, stomach discomfort, nervousness, irritability, sweating, change in heart and blood pressure and lower excretion of some hormones affecting the nervous system (4).
The former U.S. Surgeon General, C. Everett Coop, says, "Cigarette smoking is clearly identified as the chief preventable cause of death (340,000 deaths per year in U.S.A.). In our society it is a major factor in the development of many cases of cancer, heart trouble, chronic lung and respiratory diseases and other ailments. Smoking causes more illnesses and death than all the other drugs."(5)
Smoking and Islam
In Islam cleanliness and hygiene are emphasized to the extent that it has been considered a part of Iman (faith). It is very well known that a smoker's mouth is unclean and foul smelling "like a cigarette ash-tray." In the Quran, God says:
"And forbid them what is bad." - Surah Al-'Araf, 7:157
"0 ye who believe! Intoxicants and gambling are an abomination of Satan's handiwork. Eschew such abominations that ye may prosper." - Surah Al Ma'idah, 5:93
The word intoxicant has three meanings (6):
(1) To induce, especially the effect of ingested alcohol.
(2) To stimulate or excite.
(3) To poison.
The latter two meanings are very valid and applicable to nicotine.
Smoking is nothing but a form of slow suicide. The Qur'an says:
"And slay not the life which God hath forbidden..." - Surah, Al-Isra, 17:33
"And make not your own hands contribute to your destruction." - Surah, Al-Baqara, 2:195
"Nor kill or destroy yourselves for verily God hath been to you most Merciful." Surah, An-Nisa, 4:29
Prophet Mohammed has said:
"Nor be hurt or injure others." It is scientifically proven that the exhaled smoke of the smoker is hazardous to non-smokers around him.
The amount of money a smoker spends on cigarette smoking in a period of 30 years is calculated to be Two Hundred Thousand Dollars or more. All this money is simply wasted (not including the money spent on smoker's health care).
God says:
"But squander not your wealth in the manner of a spend thrift, verily spendthrifts are brothers of evils." - Surah, Al-Isra, 17:26, 27
The body is polluted by smoking. Hence smokers cannot pray until they have cleansed themselves. According to the Qur'an:
"0 ye who believe! Draw not near unto prayer when you are drunken, till ye know that which ye utter, nor when you are polluted save when journeying upon the road, till you have bathed." - Surah, An-Nisa, 4:43
The Christians consider the human body to be a sacred trust given to man by God because it contains the spirit breathed into it by God. Even the Qur'an says
"So, when I have made him and have breathed unto him of My spirit, do ye fall down, prostrating yourselves unto him." - Surah, Al-Hijr, 15:29.
Hence the physical body should not be polluted or injured or destroyed in any way by smoking or taking of alcohol or any type of habit-forming drugs.
Conclusion
For the foregoing reasons and for reasons considered elsewhere, smoking is Haram or unlawful in Islam, hence smoking should be discouraged and finally banned in all Islamic countries.
All smoking Muslims should give up this unhealthy and un-Islamic activity. The best way to give it up is to stop all smoking completely. Tapering off on the amount one smokes does not work for most people. It is not easy to quit suddenly, but it is presently the most successful way. There are many ways and techniques available for a serious minded person to give up smoking. For the Muslims who sincerely practice Islam and who submit themselves to the Will of God, this should not be a difficult task.
References
1. The Royal College of Physicians, Smoking, or Health, Third Report 1977, p.98.
2. Drug Problems in Australia: An Intoxicated Society? A Report from the Senate Standing Committee on Social Welfare. Australian Government Publishing Service, Canberra, Australia, 1977.
3. Taha A.: Smoking and Muslim Countries: The immediate and serious Threat. J I M A. 14: 50-52, 1982.
4. Jaffee JH, Drug Addiction and Drug Abuse (Ch.16), Clinical Characteristics: Nicotine. In: The Pharmacological Basis of Therapeutics. Goodman LS and Gilman A (Editors), Macmillan Pub. Co. Inc., New York, 1975. P. 305.
5. The Health Consequences of Smoking. The Changing Cigarette - a Report of the Surgeon General. U.S. Department of Health and Human Services, P.H.S., Rockville, Maryland, 1981, DHSS (PBS) 81 - 50156.
6. The American Heritage Dictionary of the English Language. Houghton Mifflin Co., Boston, 1978, P. 686.
7. Yusuf Al Qaradawi, Al Halal Wal Haram. Cairo, 1960.
8. Smoking and health: Report of the Advisory Committee to the Surgeon General of the Public Health Service. P.H.S. Publication NO.1103 U. S. Department of Health, Education and Welfare, Washington, D.C. 1965.

Senin, 05 Mei 2008

Imam AbduLlah Ba’alawy



Imam AbduLlah Ba’alawy
(WaliyuLlah rujukan para ulama)
Beliau ulama besar yang
tawadhu’ dan dermawan. Para muridnya menjadi ulama pula. Doanya makbul dan penuh keberkahan. Beliau juga ahli mujahadah.
Suatu saat beberapa tahun silam, mota Makkah dilanda kemarau panjang. Siang hari panas terik membakar, sedang malam hari dingin menggigit kulit. Kemarau panjang menyebabkan gagal panen dan penduduk dilanda paceklik. Jangankan untuk makan, untuk minum saja mereka harus berebut air zamzam, yang pada musim apapun tidak pernah kering. Penduduk yang tinggal di pegunungan terpaksa mengambil air dengan harga yang sangat mahal.
Melihat keadaan itu, ulama besar Imam AbduLlah Ba’alawy
sangat prihatin. Beliaupun segera turun tangan memimpin shalat istisqa’ (untuk memohon hujan) dua reka’at di lapangan terbuka kemudian memanjatkan do’a yang cukup panjang. Dan tak lama kemudian, hujanpun turun dengan derasnya.
Allah Ta’ala menganugerahkan rahmatnya berkat doa mustajab seorang waliyuLlah. Sang wali memang sangat tekun bermujahadah sehingga mendapat hidayah.
Nama lengkap ulama zuhud itu adalah Imam AbduLlah Ba’alawy
bin Alwi Al-Ghuyur bin Imam Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Sahib Mirbath, terus bersambung kepada Imam Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal ‘Abidiin bin Husain sampai kepada RasuluLlah SAW. Beliau lahir pada tahun 640 H/1220 M (Sebagian menyebutkan 638 H/1218 M. Selama delapan tahun bermukim di Makkah, menimba ilmu kepada para alim ulama termasuk kepada Imam Faqih Al-Muqaddam.
Gelar Ba’alawy di belakang nama beliau adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada keturunan Alawy bin UbaiduLlah bin Ahmad bin Isa Al-Muhaajir, artinya –keturunan Alawy- orang pertama yang dilahirkan di Hadramaut. Ba’alawy juga terkenal dengan panggilan Sayid.
Memang layak jika banyak para ulama berkiblat kepada imam AbduLlah Ba’alawy karena sebagaimana kakeknya, beliau juga seorang imam. Orang mengenal beliau sebagai ulama yang pribadi, sifat dan akhlaknya wara’ dan zuhud sehingga beliau pantas menjadi seorang Faqih yang termasyhur.
Menurut Imam AbduRrahman Assegaf bin Muhammad Mawla Dawiilah, para ulama di zamannya telah sepakat bahwa Imam AbduLlah Ba’alawy adalah seorang Mujtahid – Ulama besar yang mampu melakukan ijtihad. Pendapat serupa juga datang dari Al-Faqih ali bin Salim, “Aku pernah berada di Makkah bersama Imam AbduLlah Ba’alawy di bulan Ramadhan. Setiap kali usai mengerjakan shalat tarawih, kami melakukan shalat dua reka’at., dalam dua raka’at tersebut kami membaca Al-Qur’an sampai habis. Kami tidak makan malam kecuali setelah dua ibadah tersebut, sementara kami hanya berbuka puasa dengan seteguk air dan kurma”. Katanya.
Imam Imam AbduLlah Ba’alawy adalah guru yang sangat bersungguh-sungguh dalam mendidik murid-muridnya terutama dalam pelajaran Al-Qur’an. “Aku pernah belajar Al-Qur’an bersama beliau. Pelajaran kami tidak akan pernah selesai setelah habis setengah dari Al-Qur’an”. Kata Al-Faqih Ali bin Salim.
Sosok Imam AbduLlah Ba’alawy merupakan suatu panutan dan suri tauladan terutama kedermawanannya. Beliau dikenal banyak berinfak kepada semua keluarga Ba’alawy dan pembantu-pembantu mereka. Beliau menginfakan hartanya hingga tersisa hanya sedikit termasuk memakmurkan masjid dan ketika menunaikan ibadah haji. Beliau juga berinfak dalam jumlah besar untuk majlisnya. Dari majlis itulah kemudian lahir para ulama besar seperti Al-Faqih Ali bin Salim, Syaikh Muhammad Basyu’ab, Syaikh Umar Bawazir, Syaikh Saleh Fadhi bin AbduLlah bin Fadhi Asy-Syihri, Syaikh Bahamran, Syaikh Kholil bin Syaikh Bamaimun, Sayid Syaikh Muhammad Maula Dawiilah.
Imam AbduLlah Ba’alawy wafat pada hari Rabu, pertengahan Jumadil Ula 731 H/1311 meninggal tiga putera.


Sumber Majalah al-Kisah


.Kembali ke www.manakib.wordpress.com


.



She is in love with a Muslim and wants to marry him – does she have to become Muslim?
I am a Christian and is in-love with a 19-year old Muslim boy. He is very nice for accepting me not as a virgin.He proposed marriage to me and I am making plans about it. Is it necessary for me to convert to Islam if I marry him even I don't like to do so. We talked about the children that they will be Muslims.
Praise be to Allaah.
Yes, it is very necessary for you to enter Islam. This will solve all the problems, from making the marriage valid, through giving a united direction to the future upbringing of the children, to attaining success and happiness in the Hereafter. Your feelings of unease about taking this step may be due to the difficulty of leaving behind what you are used to and the religion that you have grown up in, or reluctance to go against your family and relatives, or fear of hostility and criticism from others, or concern about losing some worldly advantages. But all these issues will be easily overcome when you seek the help of Allaah and are determined to follow the truth. The wise person is prepared to make sacrifices and put up with difficulties for the sake of following the truth, because the truth is worth pursuing. Any difficulties encountered will become easy because the result is happiness in this world and the next, and Paradise the width of heaven and earth. Moreover, your marriage will help you to live in love and harmony with your husband (if he repents to Allaah for the forbidden relationship and becomes a religious person of good morals) and his Muslim family. There will be no dispute as to which religion the children will be raised in, and they will not feel that there is any conflict in the family, so they will be able to grow up free of the psychological complexes that result from the parents’ difference of religion. Other people have felt something similar to the feelings that you are experiencing now, as is reflected in the following story, which happened at the time of the Prophet of Islam (peace and blessings of Allaah be upon him). Anas reported that the Messenger of Allaah (peace and blessings of Allaah be upon him) said to a man, “Become Muslim.” He said, “I feel that I don’t want to.” He said, “Become Muslim, even if you feel that you don’t really want to.” (Reported by Imaam Ahmad, 11618; Saheeh al-Jaami’, 974). This is the correct approach which people should have towards the true religion. For more information on the topic of marriage, please see Questions #3025 and #2527. We wish you every good thing and success. Peace be upon those who follow true guidance.

Template by: Abdul Munir
Website: 99computercity